Batasan Kebebasan Berekspresi Ruang Digital
JEPARA: Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini sudah mencapai 202,6 juta jiwa. Dari data itu, diketahui pula ada waktu selama 7 jam 59 menit rata-rata untuk penggunaan internet, di mana 3 jam 26 menit rata-rata digunakan bersosial-media.
"Indonesia selalu masuk peringkat 5 besar pengguna terbanyak sosial media di dunia dan kebanyakan generasi muda yang menggunakan untuk mendapatkan informasi dan menyuarakan pandangan mereka mengenai berbagai isu," ujar penerjemah dan content writer Zulfan Arif saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Kamis (14/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Zulfan mengatakan media sosial ibarat pisau bermata dua karena bisa juga untuk penyebaran kampanye hitam hingga ujaran kebencian.
"Dari sinilah kita menghadapi apa yang disebut sebagai tantangan kebebasan berekspresi di era digital karena tingginya pengguna medsos di Indonesia ini akan meningkatkan penyebaran hoaks, konten negatif, pesan provokasi dan ujaran kebencian yang bisa menimbulkan konflik antar anak bangsa," kata Zulfan.
Padahal, di satu sisi, ujar Zulfan, pola komunikasi di Indonesia dalam bersosial media masuk kategori 10-90 yaitu hanya 10 persen pengguna yang memproduksi informasi. Sedangkan 90 persen cenderung mendistribusikannya.
"Dengan tingkat literasi yang seperti ini membuat arus informasi di media sosial cenderung rentan diwarnai konten negatif dan menjadi sumber utama konten negatif," terangnya.
Zulfan mendorong pengguna media sosial dapat menjalankan kebebeasan berekspresi secara bertanggung jawab. Dengan cara menghindari opini provokatif, karena opini sesuatu yang sangat penting dalam ruang informasi.
"Kita tidak tahu apa yang kita sampaikan itu belum tentu bisa diterima semua kalangan, makanya hindari opini provokatif dengan cara sebelum berpendapat ketahui lebih dahulu informasinya secara dalam agar opini jelas dan terarah," kata dia.
Selain itu, kebebeasan berekspresi yang bertanggung jawab juga bisa dilakukan dengan memikirkan kembali pendapat yang akan disampaikan.
"Sebab terkadang dalam menyampaikan pendapat, kita tidak memikirkan terlebih dahulu dampak yang timbul, jadi sebaiknya dipikirkan matang dan disampaikan dengan bahasa yang baik dan sopan," ujarnya.
Zulfan pun mendorong dalam membagikan informasi di ruang digital, pikirkan apakah informasi yang dibagikan adalah benar dan fakta.
"Pikirkan, apakah postingan kita akan menyakiti perasaan orang lain, pastikan apa postingan kita melanggar hukum, lalu apakah informasi tersebut memang perlu dibagikan, apakah bahasanya sudah santun?" tanya Zulfan.
Narasumber lain webinar itu, dosen STAI Al Husain Ali Rohmat mengatakan Indonesia memiliki 17.500 pulau, memiliki 1331 suku etnis, juga 741 bahasa daerah serta 245 aliran kepercayaan dan 6 agama resmi.
"Keragaman itu masuk dalam dunia digital yang menyatu dengan keseharian kita, maka perlu kita perhatikan benar interaksi kita di ruang itu," kata Ali.
Ali mengatakan hakikat teknologi prinsipnya untuk membantu kehidupan manusia. Jadi pahami karakter warga digital yang tidak menyukai aturan yang mengikat, tidak ragu untuk download dan upload, suka mengekspresikan diri, dan yang model belajarnya bukan atas dasar intruksi melainkan mencari.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber Head of Operation PT Cipta manusia Indonesia Rizqika Alya Anwar, dosen UIN Raden Mas Said Surakarta Nur Rohman serta dimoderatori Ayu Perwari serta Onnes selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment