Arahkan Media Sosial pada Sikap dan Perilaku Etis
Brebes - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar webinar literasi digital bagi masyarakat Brebes, Jawa Tengah, Kamis (14/10/21). Diskusi virtual dengan menghadirkan empat narasumber mengupas tema dengan mengacu pada empat pilar literasi digital yang meliputi budaya digital, keamanan digital, kecakapan digital dan etika digital.
Kegiatan yang dimoderatori Nabila Nadjib (TV Presenter) tersebut menghadirkan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Idza Priyanti (Bupati Brebes) sebagai keynote speech. Muhammad Bima Januri (Co-Founder Localin), Anis Susila Abadi (Dosen UNU Yogyakarta), Noviana Dewi (Dosen Psikologi STIKES Nasional Surakarta) dan Ismita Saputri (Co-Founder Pena Enterprise) sebagai pembicara. Serta Oka Fahreza (TV Presenter) sebagai Key Opinion Leader.
Media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Sehingga perlu adanya etika digital (digital ethics).
Womenwill & Gapura Digital (Grow with Google Initiative Program) Ismita Saputri menjelaskan, etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari. Etika ini memiliki ruang lingkup kesadaran, integritas, kebajikan, dan tanggung jawab.
Untuk menerapkan etika dalam dunia digital, lanjut Ismita, maka perlu memahami fungsi bahasa. Meliputi menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial , menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan dan keluhuran budi, mengatur kontak sosial, mengatur perilaku, dan mengungkapkan perasaan.
“Penggunaan bahasa yang baik belum tentu benar. Penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi dan keadaan. Melihat kepada siapa kita berbicara,” jelasnya dalam webinar “Komunikasi Publik yang Cerdas dan Santun di Era Digital”.
Selain penggunaan bahasa, konten-konten negatif juga harus diwaspadai. Antara lain, pornografi/potnografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan/kekerasan anak, fitnah/pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan khusus, provokasi SARA, berita bohong, terorisme/radikalisme, dan nformasi/dokumen Elektronik melanggar UU.
“Motivasi para penyebar konten negatif dilandasi kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA),” bebernya.
Pilar Digital Safety Muhammad Bima Januri meminta agar seluruh masyarakat waspada akan konten negatif. Hal ini sering menjadi pemicu yang mengarah pada penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan.
Maka dari itu internet positif perlu bangun. Sebab ini merupakan suatu kebijakan dari KOMINFO untuk mengendalikan beberapa konten dari website https://trustpositif.kominfo.go.id.
Bima juga meminta masyarakat waspada hoaks. Ciri-cirinya, sumber informasi atau medianya tidak jelas identitasnya, pesan tidak mengandung unsur 5W+1H (What, When, Who, Why, Where, dan How), pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarkan semasif mungkin.
”Hoaks diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu,” sebutnya.
Sikap waspada ini juga harus didukung dengan langkah pengamanan data pribadi. Identitas digital pada dasarnya adalah identitas seseorang sebagai pengguna platform media digital.
Caranya yakni, pastikan memilih identitas asli atau samaran saat mengelola akun platform digital serta bertanggung jawab atas pilihan tersebut, amankan identitas utama yakni alamat email yang digunakan untuk mendaftar suatu platform digital, dan lindungi dan konsolidasikan identitas digital dalam berbagai platform digital yang dimiliki.
“Selain itu akses media sosial kita juga harus diamankan,” tandasnya. (*)
Post a Comment