3C, Tips Cerdas Bertransaksi Online
Magelang: Transaksi online kini makin disuka. Terlebih di masa pandemi, bertransaksi online makin jadi pilihan, karena banyak memberi kemudahan, praktis, dan tidak harus ke mana-mana sehingga menghindari potensi tertular virus Covid-19. Berbeda dengan belanja secara konvensional seperti ke pasar.
Tak heran, transaksi belanja online di Indonesia digital tahun 2021, di Juli 2021 saja, dari 80 persen pemilik smartphone yang 170 juta menghasilkan transaksi sampai Rp 25,4 triliun. Memang, selain memudahkan transaksi, kini tak sedikit transaksi memunculkan aksi penipuan online. Ini yang perlu kewaspadaan kita.
Yanti Dwi Astuti, dosen UIN Sunan Kalijaga mengatakan, belum lama di Magelang terjadi pengusaha kacang hijau yang kirim berton-ton kacang hijau. Namun setelah dicek, ternyata bukti transfernya palsu. Ruginya puluhan juta. Makanya, kata Yanti, mesti ditingkatkan kecakapan digitalnya. Cek dulu kebenaran transferan, baru kirim. Kedua, mesti cerdas, jangan tergesa. Karena kini ada pula COD palsu, ada kurir palsu yang mengirim barang dan minta bayaran, ternyata yang diterima tidak sesuai pesanan. Dan terakhir, cermat. Cermati transaksi, pastikan yang dikirim sesuai pesanan.
”Contoh, belum lama modus di transaksi jual beli kamera. Penjual kirim video pengemasan dan kirim via kurir paketnya. Tapi setelah ditransfer, kamera yang dipesan tak juga datang. Ternyata itu video unboxing kiriman palsu. Jadi, makin banyak pengguna, makin lihai penipunya,” ujar Yanti Dwi Astuti, saat berbicara dalam webinar literasi digital dengan topik ”Cakap, Cerdas dan Cermat (3C) Dalam Bertransaksi Online”, yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Magelang, 28 September 2021.
Yanti tampil membahas topik menarik tersebut dipandu moderator Amel Sannie bersama tiga pembicara lain: Ryan Sugianto (dosen Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa), Ragil Triatmojo (Blogger dan SEO Specialist), Andre Abdularahman (dosen Universitas Budi Luhur), serta Nindy Gita yang tampil sebagai key opinion leader.
Adakah tips cerdas lain agar tak jadi korban penipuan online? Ragil Triatmojo mengatakan, yang sering dan trending sekarang adalah modus pura-pura sudah kirim barang, dikemas dan dikirim ke kita. ”Kalau begitu, mintalah kita bisa video call ke dia. Kalau dia menolak terima video call kita, bagusnya hentikan transaksi dan batalkan. Kalau penjual beritikad baik, itu tidak masalah, tapi kalau menolak berarti itikadnya buruk,” saran Ragil.
Lalu, siapa sebenarnya yang belanja di dunia online? Mengutip data dari BPS dan Kominfo, yang paling banyak belanja usia 18 s.d. 38 tahun menembus 90-an persen, kemudian pembeli usia 38 s.d. 64 tahun hanya 5 persen. Artinya, kaum milenia yang masih mendominasi transaksi.
”Generasi milenialah yang mendominasi kecenderungan untuk belanja secara online, karena mereka lebih melek dan lincah bertransaksi digital. Kaum muda milenia pula yang kini tengah bermigrasi dari konvensional ke cashless society,” ungkap Ryan Sugiarto.
Cashless society kini didorong pemerintah, utamanya sejak 2014 lewat Gerakan Non Tunai. Kini, di era pandemi, cashless society makin berkembang untuk mencegah penularan virus. Selain praktis, aman dan nyaman, gerakan non tunai juga lebih mudah dikontrol pengeluarannya, sehingga semakin hemat.
Dan ternyata, nilai cashless transaksi makin meningkat. Jika pada 2014 masih Rp 3,8 triliun, tahun 2019 naik menjadi Rp 6,9 triliun, dan tahun 2021 naik lagi menjadi Rp 25 triliunan. ”Buat pemerintah, realitas ini makin menghemat biaya pengelolaan penyimpanan uang tunai di Bank Indonesia. Intinya, semua pihak makin diuntungkan dengan kita berbudaya transaksi online secara nontunai. Buat konsumen juga terlindungi kepastian transaksi, sehingga tidak ada lagi kembalian permen seperti dulu,” pungkas Ryan Sugiarto. (*)
Post a Comment