Urgensi Pendidikan Karakter untuk Anak Generasi Digital
Wonosobo - Literasi digital merupakan alternatif pendidikan karakter era saat ini. Literasi digital memungkinkan pola pendidikan karakter untuk generasi milenial, dengan cara membiasakan diri mengumpulkan informasi dan mengelolanya secara efektif.
”Mengumpulkan informasi dan mengelolanya dengan melalui pembiasaan mengasah keterampilan literasi digital, membuat anak-anak milenial dapat belajar bagaimana cara memiliki karakter damai,” kata guru SMKL Negeri 1 Wonosobo, Hari Murni Setiyawati, dalam webinar literasi digital bertema ”Pendidikan Bermutu untuk Generasi Anak Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Rabu (15/9/2021).
Murni mengungkapkan, pendidikan karakter secara sederhana bisa diartikan sebagai pendidikan yang mampu memberikan dampak pada kedewasaan (kematangan) karakter bagi generasi muda. Dengan pemberian pendidikan karakter, maka anak akan memiliki kemampuan dalam olah akal, hati, dan perilakunya.
”Sehingga dengan bekal tersebut apa pun interaksi yang dilakukan dalam kemajuan teknologi akan mampu terkontrol oleh masing-masing anak. Harapannya mampu menjadikan kemajuan teknologi untuk kemaslahatan bagi seluruh umat manusia,” tuturnya.
Adapun literasi digital itu sendiri dipahami sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal.
Murni menambahkan, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa dibandingkan pada Januari 2020. Namun, berdasar hasil suatu survei, diketahui Indonesia yang dikenal ramah di dunia nyata, ternyata dianggap tidak sopan saat di dunia maya. Indonesia berada di ranking 29 dari 32 negara yang disurvei terkait tingkat kesopanan.
Melihat hasil survei itu, menurut Murni, etika digital saat ini mutlak untuk dimiliki oleh masyarakat. ”Etika digital adalah kemampuan individu untuk menyadari, mencontohkan, menyesuaikan, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan data kelola etika digital atau netiquete dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Pesatnya perkembangan digital saat ini juga memerlukan digital skills, yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras. Hal tersebut diperlukan, kata Murni, salah satunya untuk menghindari diri dari konten-konten negatif yang banyak beredar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan lainnya.
Etika dalam bermedia sosial, menurut Murni, yakni tidak berkata kasar dalam berkomunikasi dengan pengguna lainnya. Kemudian, menghindari penyebaran konten yang mengandung SARA, pornografi maupun aksi kekerasan. Selain itu, dalam beretika digital, pengguna juga harus memeriksa kebenaran berita yang diterimanya sebelum menyebarkan ke pengguna lain.
”Etika berdigital juga mencakup menghargai hasil karya orang lain. Artinya, mencantumkan sumbernya ketika hendak menyebarkan suatu konten dan tidak mengumbar informasi pribadi di media sosial,” ucap Murni.
Narasumber lainnya, wartawan senior Teguh Setiawan mengatakan, untuk memberikan pendidikan bermutu kepada anak digital, perlu peran serta tenaga pendidik atau guru. Beberapa hal yang termasuk dalam peran guru, yakni mewadahi semua siswa kelasnya termasuk murid yang memiliki karakter introvert untuk berbagi ide dengan rekan-rekannya.
Guru juga berperan mengajarkan nilai-nilai sosial, etika, kebhinnekaan dan kearifan. ”Guru berperan membentuk karakter siswa, menanamkan ideologi bangsa sedini mungkin dan berkesinambungan,” ujar Teguh.
Diskusi virtual yang dipandu moderator Oony Wahyudi itu juga menghadirkan narasumber Muhammad Yusuf (dosen Universitas Sains Al Qur'an Wonosobo), Anggraini Hermana (praktisi pendidikan), dan News TV Presenter Adinda Daffy selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment