Tiga Ciri Utama Hoaks dan Cara Melawannya
Pekalongan – Survei oleh Microsoft pada 2020 menyebutkan bahwa salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi buruknya indeks warga digital Indonesia di ruang digital adalah hoaks atau fake news. Hal tersebut disampaikan oleh praktisi kehumasan Akhmad Firmannamal dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (9/9/2021).
Hoaks adalah postingan berita atau informasi palsu. Firmannamal menjelaskan ada tiga ciri utama yang membedakan hoaks dari informasi fakta. Pertama, adalah sumber informasi atau medianya tidak memiliki identitas yang jelas, dan konten informasi cenderung mengglorifikasi kelompok tertentu namun menyudutkan kelompok lain. Kedua, isi berita tidak mengandung unsur 5W+1H yang lengkap sebagaimana dalam karya jurnalistik. Ketiga, pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut untuk disebarluaskan semasif mungkin.
“Bentuk hoaks pun bermacam-macam, namun paling banyak berupa tulisan, gambar, dan video. Sedangkan saluran yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks adalah media sosial dengan persentase mencapai 92 persen, disusul aplikasi pesanan dengan 62 persen, dan situs web 34 persen,” jelas Firmannamal dalam webinar bertema “Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Melawan Hoaks” yang dimoderatori oleh entertainer Triwi Dyatmoko.
Penyebaran disebut Firmannamal sebagai salah satu bentuk yang melanggar etika bermedia digital. Di mana salah satu bentuk etika adalah mampu mempertimbangkan perilaku dan menerapkan tata krama bermedia dengan baik. Dan melanggar etika digital, dalam hal ini menyebar dan membuat hoaks dapat dijerat oleh hukum.
“Pada UU ITE Nomor 11 tahun 2018 disebutkan penyebar hoaks baik disengaja ataupun tidak disengaja dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak satu miliar. Itu sebabnya, sebagai warga digital mari cek dulu sebelum sebar informasi, sebab generasi anti-hoaks dimulai dari diri kita,” terangnya.
Mohammad Adnan, CEO Viewture Creative Indonesia, menambahkan, kecakapan digital diperlukan agar tidak mudah terpapar hoaks. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan mesin pencarian secara aman. Meskipun pada kenyataannya tidak semua hasil penelusuran merupakan informasi yang benar.
Perlu kompetensi kritis pengguna untuk dapat menyaring informasi yang diperoleh. Gunakan Google Fact Check Tools untuk mengecek kebenaran suatu informasi, atau melalui situs Cekfakta.com dan Turnbackhoax.id.
“Pertumbuhan hoaks semakin cepat karena adanya polarisasi dari algoritma media sosial. Algoritma menciptakan filter bubble yang membuat seseorang terisolasi secara intelektual karena informasi yang diterima sudah diatur berdasarkan aktivitas yang dilakukan penggunanya,” kata Mohammad Adnan.
Polarisasi tersebut akhirnya berdampak membentuk pribadi yang ignorant karena pengguna terjebak dalam satu sudut pandang saja. Hal ini juga menimbulkan konsensus yang salah, pengguna cenderung mengklaim bahwa pendapat yang berbeda dianggap salah. Pengguna media digital juga mudah terpapar hoaks karena kecenderungan membaca informasi dari judulnya saja tanpa memahami kontennya.
“Jika hoaks merupakan konten negatif, tugas kita sebagai netizen pejuang adalah membuat konten yang positif dan kreatif. Kenali karakter diri atau konten yang akan disampaikan, lakukan riset, kreasikan dan modifikasi konten dengan gaya yang menarik," ujar Adnan.
Digital skills dibutuhkan untuk mendukung pembuatan konten yang menarik dan menghasilkan engagement tinggi. Kemas konten berupa caption, foto, video, grafis dan jenis lainnya berbeda dari konten yang sudah pernah terpublikasi.
“Namun perlu diingat untuk tidak plagiasi konten orang lain. Gunakan situs-situs penyedia gambar, video, dan audio dengan lisensi gratis. Situs Freepik, Pexels, dan Unsplash untuk gambar gratis. Atau Vidsplay, Mixkit, Storyblock untuk kebutuhan klip video gratis. Serta Youtube audio library untuk menunjang audio konten,” urai Adnan.
Diskusi virtual hari ini juga diisi dua narasumber lain, yakni Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta) dan Teguh Setiawan (wartawan senior). Hadir juga Gina Sinaga yang menjadi key opinion leader. Rangkaian kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari program nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan secara serentak.
Masyarakat Indonesia diajak untuk memperdalam literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). (*)
Post a Comment