Solusi Cerdas Hadapi Transformasi Digital, Jangan Gaptek dan Gabud
Cilacap: Sebagai pelaku usaha pariwisata, Agus Supriyo yang berbisnis tour eksklusif – menawarkan beragam paket outbond wisata di beberapa objek wisata – sempat mati angin, sepi order dari klien. Apalagi setelah ada kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), bisnis wisata yang ia kelola mati kutu. Menyerah dengan keadaan?
Tentu tidak. Bersama timnya, Agus Supriyo berpikir, bagaimana memanfaatkan teknologi digital untuk membantu bisnisnya. Bukan cuma untuk promosi, tapi juga membuat produk wisatanya. Sejak April 2020, Agus bersama tim membikin konsep wisata outbond virtual, dengan memanfaatkan aplikasi Zoom dan Google Map serta WhatsApp. Mereka menyajikan virtualjourney.id, dengan menawarkan paket outbond ala Pramuka seperti mencari jejak.
Sejak datang berkumpul untuk mengikuti tantangan, peserta dipandu oleh panitia dengan petunjuk di banyak titik sepanjang Malioboro - Yogyakarta, dengan memanfaatkan Google Map dan koordinasi dengan WA. Ternyata konsep itu disukai. Sejak Agustus 2020, banyak yang mengikuti programnya. Bahkan pernah satu angkatan Pasca Sarjana UGM tahun 2020 yang mereka kelola permainan opspeknya.
”Ini wisata dengan bantuan digital. Menarik dan menantang. Kita, para pelaku wisata, mesti mau beradaptasi dengan perubahan transformasi digital yang tak bisa dihindari lagi,” ujar Agus Supriyo, Co-Founder Jelajah live, saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Cilacap, Jateng, 7 Juli lalu.
Itu sebabnya, Agus tak ragu mengajak teman-teman di Cilacap untuk mengikuti konsep wisata yang ia kembangkan. Amati, tiru, dan modifikasi untuk beberapa objek wisata di Kabupaten Cilacap, seperti misalnya terkait pengelolaan Teluk Penyu atau Nusakambangan maupun objek wisata lain di seputar Cilacap.
”Kita juga bisa kerja sama. Jangan lupa urus izin. Kalau diperlukan, juga buat seragam unik, agar kalau ketemu kerumunan wisata lain mudah dikenali dan koordinasi. Kami juga punya konsep wisata yang tidak perlu ke lapangan, cuma main aplikasi di Jelajah live lewat Zoom Meeting dengan berapa objek virtual dengan link berbayar. Ini bentuk bisnis wisata masa depan. Kuncinya mesti inovatif dan adaptif,” urai Agus.
Masih kata Agus Supriyo, kalau tak mau pusing dengan beragam aplikasi virtual, ia punya bentuk adaptasi lain. Ia menyebut, rental mobil wisata di masa pandemi juga ikutan sepi dengan adanya PPKM. Namun, ada teman Agus yang cerdas: menawarkan sewa mobil dengan tambahan fasilitas tenda skala keluarga. Sasaran pasarnya, ia edukasi pasar dengan video asyiknya sekeluarga berwisata ke alam terbuka. Ada versi ke pantai atau pegunungan. Kita datang bawa mobil dan gelar tenda, bercengkerama, makan kumpul sekeluarga di alam terbuka. Seperti misalnya, kalau di pantai Cilacap, bisa bakar ikan dan makan mendoan. Pasti seru.
”Program itu sukses. Berhasil dan laris. Sewa mobil sehari ditawarkan Rp 350 ribu. Kini, tidak pernah ada mobilnya yang digarasi. Selalu sold out. Ini inovasi dan promosi cerdas. Video iklannya bisa diposting di Instagram, Youtube, dan kini juga Tik Tok. Ini cara baru mengolah bisnis wisata dengan digital di masa PPKM,” cerita Agus pada ratusan peserta yang asyik mengikuti paparannya dari rumah, karena secara daring mereka bisa sambil ngopi dan nyamil mendoan Cilacap.
Agus Supriyo antusias mengupas materi dalam webinar bertema ”Mengubah Sudut Pandang dengan Memanfaatkan Teknologi Digital Secara Positif”, dipandu moderator Mafin Rizqi. Hadir tiga pembicara lain, yakni Dr Fauzan Msi (dosen Hubungan Internasional dari UPN Veteran Yogyakarta), Iqbal Aji Daryono (penulis dan kolumnis media online), Eko Nuryono (digital strategic), serta Sherrin Thania, musisi yang tampil sebagai key opinion leader.
Memang, menurut Dr. Fauzan dari UPN Yogya, narasumber lain, transformasi digital sudah menjadi kenyataan yang tak bisa dihindari dalam kehidupan. Terlebih di masa pandemi sekarang. Kini, 24 jam sehari nyaris kehidupan kita tak bisa terpisah dari digital, dan membantu banyak urusan dan kebutuhan kita. Pulsa dan internet sudah jadi kebutuhan pokok.
”Jangan dan ndak usah kepikir menghindar, ndak mungkin lagi. Jadi, solusinya adalah jangan gagap teknologi (gaptek) dan jangan malah gagap budaya (gabud). Ikuti alurnya, perubahan budaya kehidupan kita. Juga, atasi gaptek dengan selalu belajar dengan yang muda, generasi milenia. Ini sudah jadi tuntutan dan dinamika zaman,” urai Fauzan yang menyesaikan studi doktornya di Malaysia dengan pola daring, belum lama ini. (*)
Post a Comment