Saat Kelas Pindah dari Gedung ke Dalam Genggaman
Sleman: Di dunia pendidikan, proses ini berlangsung mendadak dan cepat. Ya, transformasi digital yang dipercepat dengan hadirnya pandemi Covid-19, membuat proses migrasi makin cepat terjadi. Proses pendidikan nasional yang semula berlangsung offline di ruang-ruang kelas atau gedung, karena pandemi dipaksa bermigrasi ke ruang online secara digital. Hal tersebut memunculkan masalah baru. Apakah itu?
”Ketika ruang kelas pindah ke dalam genggaman, masalah baru yang muncul, siapkah guru menghadapi masalah hardware jaringan internet, softwarenya, cara komunikasi dan cara pengawasan kinerja siswa, dan yang paling penting bagaimana para guru menyiapkan konten materi pelajaran yang tepat dan efektif untuk dipelajari dan mudah dimengerti siswa di kelas online yang kini mudah diakses dalam genggaman tangan siswa,” papar Dr. Citra Rosalyne Anwar, dosen Universitas Negeri Makassar, saat berbicara dalam webinar literasi digital untuk warga Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, 2 Juli 2021.
Kini, problemnya adalah banjir informasi. Tinggal bagaimana guru memilah dan memilih materi dalam membuat konten, buat yang terbaik untuk siswa di kelas online. ”Saran saya, pilih lewat aplikasi Google Cendikia atau Ini Budi yang mudah. Memang ada beragam aplikasi di dunia maya, tapi selama belum begitu cakap digital dua pilihan tadi mudah dipraktikkan,” kata Citra, berbagi tips.
Kalau ketemu guru senior yang agak gaptek dan itu terjadi di banyak sekolah?
”Kalau itu terjadi, saran saya, coba bapak buka Youtube channel, pilih yang tepat dan share ke anak. Ingat, the power of titik tiga, ada tiga titik di kanan atas semua aplikasi, itu solusi buat mengatasi konten. Tinggal share dan anak-anak suka. Cara membuat konten yang cocok, ya buatlah konten sesuai bahasa yang disukai anak-anak. Kalau anak siswa sekarang suka nonton Youtube, ya pilihkan pelajaran dari Youtube. Dan, itu teruji lebih efektif, buktinya banyak guru di seputar Makassar yang sukses dengan cara begitu,” ujar Citra berbagi cerita.
Citra tak sendirian menjadi pemateri dalam webinar yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) siang itu, yang membahas topik ”Tantangan Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19”. Webinar yang diikuti ratusan peserta lintas profesi, meski dominan siswa dan para guru seantero Sleman.
Dipandu moderator Oony Wahyudi, webinar yang diikuti ratusan peserta itu juga menghadirkan tiga pembicara lain: Dr. Novi Kurnia (dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM), Santi Indra Astuty (dosen Universitas Islam Bandung/Unisba), dan praktisi pendidikan Angraeni Hermana. Selain mereka, hadir pula Aprilia Avista selaku key opinion leader.
”Buat siswa, hal yang juga penting adalah menjaga untuk tidak mudah ngeshare data pribadi. Misal, saat Dora ikut kelas webinar kayak sekarang, ketika bertanya cukup tulis nama dan kelas berapa sebagai identitas. Tidak seperti si Emon tuh, yang saat bertanya mesti cantumkan nama, kelas, asal sekolah bahkan nomor hapenya. Itu data pribadi yang mesti dijaga, jangan dibuka di ruang publik. Guru mesti bisa menciptakan suasana belajar di ruang kelas yang aman, nyaman. Karena kelas online yang berkonten yang menarik dan mudah dipahami menjadi kunci sukses belajar siswa di masa pandemi,” papar Novi Kurnia.
Karena problem kebocoran data pribadi, termasuk yang dimiliki siswa sekolah online, menjadi incaran para penjahat online saat ini. Hingga sekarang, polisi dan Kominfo belum tuntas mengatasi 279 juta data pribadi yang bocor dan menyebabkan banyak kasus penipuan online dan menimbulkan kerugian puluhan miliar, baik yang terjadi di kalangan remaja sekolah maupun orangtuanya. ”Menjalin kolaborasi guru, orangtua dan siswa untuk sama-sama mencegah hoaks di ruang belajar, juga kerja bersama yang penting dilanjutkan secara kesinambungan,” pesan Novi yang juga koordinator nasional Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi).
Mengajarkan materi pelajaran dengan bahasa yang disukai siswa, itu kunci pelajaran online agar lebih sukses. Santi Indra Astuti mencontohkan, anaknya disuruh guru menulis cerita dari lingkungan sekitar. Tapi berhari-hari, hingga lebih seminggu ia awasi si anak tak juga menulis, sementara kawannya sudah selesai.
”Saya tanya, apa yang paling kau suka? Dia jawab, film dan gim Godzilla. Nah, kau tulis saja Godzilla. Ternyata, anak saya malah bisa menguraikan Godzilla itu monster yang bisa bikin bencana lingkungan, yang kemudian mewujudkan bencara nasional, dan perlu resolusi konflik, bahkan menjadi topik bencana kemanusiaan. Dari situ, lahir tulisan serius dari Godzilla,” tutur Santi.
Jadi? Masih menurut Santi, jangan salahkan kalau guru-guru suka Tiktok. Sebab, mulai banyak guru matematika yang menjadikan materi cara cepat hitung matematika dengan gaya bermain di Tiktok. ”Ikuti tren medsos, maka konten belajar online akan menjadi menarik dan materi pelajaran lebih mudah dimengerti oleh siswa di kelas online,” pesan Santi Indra Astuti, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment