Pikir Dulu Sebelum Berkomentar, dan Gunakan Bahasa yang Sopan lagi Santun
Wonosobo - Hasil survei Microsoft menyebutkan, tingkat kesopanan pengguna internet Indonesia sepanjang 2020 berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei, sekaligus menjadi yang terendah di Asia Tenggara. Laporan tersebut didapat berdasarkan survei yang diikuti oleh 16.000 responden di 32 negara.
Dengan menggunakan skala penilaian antara nol hingga 100, skor kesopanan daring masyarakat Indonesia naik delapan poin, dari 67 pada tahun 2019 menjadi 76 pada tahun 2020. Semakin tinggi skor, semakin rendah kesopanan daring di negara tersebut.
Melihat hasil survei itu, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia, Rizqika Alya Anwar mengatakan, pengguna digital di Indonesia harus mampu meningkatkan etika digital. Yakni, kemampuan individu untuk menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, menyesuaikan diri, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari. Dalam etika digital tersebut, pengguna harus memahami, setiap individu yang berada di ruang digital itu manusia.
”Pengguna internet juga merupakan orang yang hidup dalam anonymouse, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi,” kata Rizqika dalam webinar literasi digital dengan tema ”Bijak Berkomentar di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, pada Rabu (8/9/2021).
Rizqika juga memaparkan, dalam etika berinteraksi di dunia digital, pengguna juga harus memiliki kesadaran bahwa ada keberadaan orang lain. Sehingga, mesti berpikir dulu sebelum berkomentar, serta gunakan bahasa yang sopan dan santun.
Kemudian, menjadi pembawa damai dalam diskusi yang sehat, tidak menyalahgunakan kekuasaan, hormati waktu dan bandwidth orang lain, bagi ilmu dan keahlian, hormati privasi orang lain, maafkan jika orang lain membuat kesalahan, dan taat pada standar perilaku online yang sama dengan menjalani kehidupan sehari-hari.
Hal itu penting, lanjut Rizqika, mengingat ruang digital memiliki dampak negatif, salah satunya adalah munculnya ujaran kebencian. Inilah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut. Selain itu, perundungan pencemaran nama baik, dan lainnya.
”Dalam berkomentar di platform digital, sampaikan dengan bijak, sopan dan santun serta mengikuti etika sekaligus peraturan yang berlaku,” ucap Rizqika.
Narasumber lainnya, Deputy Head of Communication Department Binus University, Jakarta, Mia Angelina mengatakan, dalam memberikan komentar pada suatu konten atau postingan, pengguna harus memperhatikan beberapa poin. Salah satunya yakni dengan memahami isi kontennya. ”Baca dulu (postingan) sebelum memberikan komentar,” kata Mia.
Selain itu, dalam memberikan komentar juga tidak membawa isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), serta sebaiknya berkomentar dalam keadaan tidak emosional. Di samping itu, dalam memberikan komentar, pengguna digital juga diharapkan tidak sekadar ikut-ikutan dengan individu lainnya.
”Kenali juga hukumnya. UU ITE memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dasar undang-undang, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun luar wilayah Indonesia,” ujar Mia..
Diskusi virtual yang dipandu oleh Oony Wahyudi ini juga menghadirkan narasumber: Sabinus Bora Hangawuwali (peneliti UGM), Muhammad Yusuf (dosen di Universitas Sains AlQur'an Wonosobo), dan fashion influencer Virginia Obed selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment