Mewanti Wanti Kecanduan Dunia Digital, Minimalisir 3 Resiko Utama
MAGELANG: Kecanduan teknologi disebut kerap terjadi pada setiap usia dan memuncak pada usia remaja 19,3 persen, dengan rata-rata durasi bermain internet selama 11,6 jam per hari selama pandemi.
"Kecanduan teknologi terutama dalam bentuk akses pada dunia maya bisa membawa berbagai resiko yang perlu diantisipasi orang tua pada anak-anak mereka," kata Riana Mashar, seorang trainer nasional saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Kenali Upaya Melindungi Anak Di Ranah Daring" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Riana menjabarkan resiko kecanduan teknologi dunia maya, salah satunya dan yang kerap terjadi ialah gangguan fisik. Pemakaian atau akses media sosial secara berlebihan membuat badan lesu kurang gerak, pola tidur memburuk, hingga mudah sakit karena kesehatan fisik menurun.
"Kecanduan medsos itu juga berpotensi menyebabkan gangguan bahasa dan sosial," terang Riana. Kesibukan bermain dan berselancar di dunia maya cenderung membuat pengguna apalagi anak-anak jarang bicara dengan sekitarnya, lambat merespon, dan tak mau atau malas bergaul ke luar karena merasa telah menemukan keasyikan sendiri di dunia maya.
"Kecanduan dunia maya semakin meningkatkan peluang terjadinya kejahatan online," ujar Riana. Sebab akses yang intens bisa membuat pengguna lupa hal-hal sepele atau bahkan abai misalnya pada keamanan data pribadi, malas log-out atau senang memanfaatkan wifi publik.
Di balik risiko-risiko itu, lanjut Riana, ada sejumlah pengaruh positif internet bagi anak pula. "Yang jelas internet adalah sumber informasi, sekaligus mempermudah komunikasi, bisa memicu kreativitas dari konten-konten inspiratifnya dan mempermudah kehidupan serta mempercepat peradaban manusia makin maju dan maju lagi berkat berbagai temuan inovasi," tutur Riana.
Dalam upaya pengawasan anak atas internet itu, Riana menyarankan orang tua mengembangkan tindakan preventif dengan memberi selingan kegiatan yang lebih menarik dari dunia maya. Bagaimanapun, kata Riana, relasi keluarga lebih utama.
"Orang tua yang perlu memulai, membangun komunikasi positif dengan anak. Menyelami dan mengenal pengalaman mereka saat online, mencontohkan internet sebagai sumber informasi," ujar dia.
Menurut Riana, orang tua perlu juga menanamkan bagaimana anak memiliki kontrol atau regulasi diri dalam akses internet. Atur penggunaannya dengan waktu belajar, makan, kumpul keluarga, travelling, dan lainnya.
"Ajarkan anak untuk menguasai teknologi, bukan dikuasai teknologi. Ini harus diikuti dengan penegakan aturan dalam keluarga dan buat komitmen penggunaan gawai," terang Riana.
Dalam arus informasi yang kian deras ini, lanjut Riana, perlu pula sesi melatih critical thinking skills dengan anak. Bahas juga tentang resiko dan etika berinternet. "Aajarkan soal konsekuensi tindakan dalam dunia maya," tegasnya.
Narasumber lain webinar ini, Andrey Ferriyan selaku Direktur IT Atsoft Technology mengulas pentingnya keamanan digital dalam melindungi anak di ruang digital. Kehidupan anak di masa pandemi tak bisa lepas dari teknologi digital dan penggunaan internet. Mulai untuk belajar, bermain game, maupun memanfaatkan platform media sosial.
”Sehingga perlu bagi orang tua memastikan ruang digital yang diakses anak-anak itu merupakan ruang yang sesuai dan kondusif, dalam arti bebas konten negatif, dan minim risiko kejahatan siber," tegasnya.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Kepala Dewan Pembina Internet Sigit Widodo, dosen Fisipol UGM Bevaola Kusumasari, serta dimoderatori Fikri Hadil juga Sheila Siregar selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment