Mengenal Kecerdasan Buatan. Sejarah Perkembangan hingga Manfaat dan Perannya Dalam Kehidupan
Banjarnegara – Sekretaris Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Banjarnegara mencoba mengupas soal Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Mulai dari sejarah perkembangan hingga manfaat dan peran AI dalam kehidupan manusia. Semua ia jelaskan secara runtut beserta contoh-contohnya.
”Kecerdasan buatan atau AI adalah cabang ilmu komputer yang menekankan pengembangan intelijen mesin, pola berpikir dan bekerja seperti manusia. Misalnya, pengenalan suara, pemecahan masalah, pembelajaran, dan perencanaan,” kata Azis Purwanto saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertajuk ”Memahami Pentingnya Menjaga Keamanan di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (2/9/2021).
Azis mengatakan, sejarah AI tak bisa dipisahkan dari sosok fisikawan, teknisi mekanika, dan teknisi listrik Serbia-Amerika Nicola Tesla yang berkontribusi dalam mendesain sistem kelistrikan arus bolak-balik (AC). Berkat penemuannya itu, telah memungkinkan ilmuwan komputer dan ilmuwan kognitif asal Amerika John McCarthy, salah satu pendiri disiplin kecerdasan buatan pada 1956.
”Dia ikut menulis dokumen yang menciptakan istilah ’kecerdasan buatan’ (AI), mengembangkan keluarga bahasa pemrograman lisp, secara signifikan mempengaruhi desain bahasa pemrograman ALGOL, mempopulerkan time sharing,” jelas Azis di depan 250-an partisipan webinar.
Kecerdasan buatan, menurut Azis, adalah mesin yang bisa melakukan interpretasi visual layaknya manusia: machine learning, sourching, perception, planning. Perkembangan AI era 1950-1970 dikenal dengan fase jaringan neural, pekerjaan awal dengan jaringan neural membangkitkan kegembiraan untuk ”mesin berpikir”.
Pada era 1980-2010, tahap pembelajaran mesin sehingga pembelajaran mesin jadi populer. Pembelajaran mesin adalah metode analisis data yang mengautomasi pembuatan model analitik. Ini adalah cabang dari kecerdasan buatan yang berdasarkan ide bahwa sistem dapat belajar dari data, mengidentifikasi pola dan mengambil keputusan dengan sedikit intervensi manusia.
Selanjutnya adalah tahap masa kini, atau tahap pembelajaran mendalam. Pembelajaran mendalam adalah jenis pembelajaran mesin yang melatih komputer untuk melakukan tugas seperti manusia, seperti mengenali ucapan, mengidentifikasi gambar, atau membuat prediksi. Alih-alih mengatur data untuk dijalankan melalui persamaan yang telah ditentukan, pembelajaran mendalam menyiapkan parameter dasar tentang data dan melatih komputer untuk belajar sendiri dengan mengenali pola menggunakan banyak lapisan pemrosesan.
Azis menegaskan, kecerdasan buatan sejatinya tidak membangun pikiran tetapi meningkatkan alat untuk memecahkan masalah. Dengan paradigma bertindak secara manusiawi, bertindak rasional dan berpikir secara manusiawi, berpikir secara rasional, maka AI berusaha agar komputer memiliki kemampuan seperti manusia (decision making, problem solving, learning).
”Berikutnya, komputasi yang memungkinkan untuk menilai, menalar, dan bertindak seperti halnya pada robot pemain catur. Usaha yang membuat komputer melakukan hal-hal yang dilakukan manusia, usaha yang berfokus pada tindakan yang benar. Sumbangan AI paling sering kita manfaatkan ialah sistem penyimpanan google drive dan cloud storage,” pungkas Azis Purwanto.
Berikutnya, anggota KPU Kabupaten Banjarnegara Moh. Syarif Sapto menyatakan, dunia digital telah mengubah perilaku budaya berbagi atau kolaborasi semakin luas, pola konsumsi media dan informasi bergeser, relasi sosial berubah, tatap muka berkurang, orang lebih berani berpendapat dan mengekspresikan diri, dan memudahkan peningkatan perkembangan diri.
Selain dampak positif memberikan kemudahan berkomunikasi, komunikasi semakin cepat, mudah dan cepat mendapatkan informasi, informasi dan dunia dalam genggaman tangan, kemudahan mengambil keputusan, efektif dan efisien, dunia digital juga memiliki dampak negatif.
”Di antaranya terjadi benturan budaya, pergeseran orientasi sehingga teralienasi (sunyi dalam keramaian), budaya berbagi membuat kehidupan pribadi makin terekspose (transparan), tidak ada privasi, karena ingin ada pengakuan-pengakuan, waktu dihabiskan untuk hal-hal sepele, tidak produktif, menjauhkan dari teman dan keluarga, mudah menjadi korban hoaks, mudah baper dan teraduk-aduk perasaan, budaya literasi bergeser dari baca buku, berita ke arah kepoin atau ngintip status orang lain,” sebut Syarif.
Memahami pentingnya menjaga keamanan di ruang digital, caranya dengan mempersiapkan diri dan jangan mau jadi korban, tingkatkan literasi sebagai bekal memasuki atau mengarungi dunia digital, terus belajar, pahami aturan, kendalikan diri. ”Amankan data atau identitas diri, saring sebelum berbagi, kritis terhadap informasi yang diterima,” tegas Syarif.
Webianar yang dipandu oleh moderator Adinda Daffy itu, juga menghadirkan narasumber Mujiantok (founder AtSoft Technology), Nuralita Amelia (fasilitator nasional), dan duta analyst Ken Fahriza selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment