Membangkitkan Budaya Membaca Generasi Muda di Era Digital
GROBOGAN : Berbagai kemudahan yang ditawarkan di era digital turut mengubah perilaku membaca masyarakat dewasa ini. Aktivis LP3M UNU Yogyakarta Suharti mengungkapkan, berdasarkan data UNESCO tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah karena hanya menunjuk 0,001 persen.
"Penelitian UNESCO itu artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar atau aktif membaca buku," kata Suharti saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema "Bangkitnya Budaya Membaca Generasi Muda di Era Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Senin (6/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Suharti juga menjabarkan
saat ini minat baca Indonesia ada di peringkat kedua terbuncit atau persisnya ranking 60 dari 61 negara di dunia.
Rendahnya minat baca buku ini, jelas Suharti, bisa dipengaruhi oleh berbagai sebab. Mulai dari faktor jumlah buku yang terbatas atau kurang memadai dibanding total jumlah penduduk hingga tak adanya dorongan atau pemantik masyarakat untuk gemar membaca dalam mencari informasi serta minimnya motivasi untuk rajin membaca buku.
"Dari faktor jumlah perbandingan ketersediaan buku, Indonesia memiliki rasio nasional 0,09, artinya 1 buku ditunggu 90 orang," tambah Suharti.
Selain itu, Suharti melanjutkan, rendahnya budaya membaca Indonesia ditengarai karena adanya fakta lain, yakni: Indonesia termasuk dalam 10 besar negara yang masyarakatnya kecanduan media sosial. Posisi Indonesia sendiri dalam tingkat kecanduan itu berada di peringkat 8 dari 47 negara yang dianalisis peringkat literasinya rendah pada 2020 lalu.
"Rata-rata kegiatan membaca masyarakat Indonesia empat kali dalam sepekan. Durasi membaca itu rata-rata sekitar 1 jam 36 menit perhari, sedangkan jumlah buku yang dibaca rata-rata 2 buku per 3 bulan,” jelasnya.
"Rendahnya budaya membaca juga dipicu oleh generasi digital yang mau sesuatu serba instan. Malas melakukan proses membaca untuk mengetahui cerita dalam suatu buku, sehingga mereka lebih cenderung melihat sinopsis, review singkat di blog, ataupun media sosial," sambung Suharti.
Lebih jauh, masih menurut Suharti, minat baca rendah juga karena tingginya penggunaan gadget. Generasi saat ini kebanyakan tidak bisa lepas dari gadget, padahal satu sisi penggunaan gadget menurunkan konsentrasi saat membaca. Juga, penggunaan media sosial seperti Instagram, facebook maupun aplikasi hiburan seperti Musically hingga Tik Tok cenderung membuat generasi mengalami kecanduan medsos dan game online.
"Minat membaca rendah juga bisa karena dipengaruhi lingkungan sekitar," kata Suharti. Padahal, kita mafhum, manfaat membaca itu tinggi sekali. Tidak hanya memperkuat ilmu pengetahuan sejak dini atau menambah wawasan dan melatih fokus dan konsentrasi, tapi juga meningkatkan kosakata dan kemampuan menulis. Serta, menambah ide dan inovasi berpikir kritis terhadap semua peristiwa.
Suharti lantas memotret kondisi di Jawa Tengah, yang angka indeks minat baca masyarakatnya pada tahun 2020, termasuk kategori sedang, yakni: 61,88 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan indeks minat baca nasional.
Minat baca masyarakat Jawa Tengah berada pada angka 55,17 persen dengan tiga daerah paling dominan adalah Kabupaten Karanganyar 70,92 persen, Kota Surakarta 61, 9 persen, dan Kabupaten Banjarnegara sebesar 61,83 persen.
Total ada sebanyak 2.347.072 jumlah koleksi buku di perpustakaan- perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dengan klasifikasi jumlah perpustakaan sesuai kategorinya. Suharti merinci, Jawa Tengah memiliki 4.664 perpustakaan umum, yang terdiri di antaranya dari perpustakaan sekolah atau madrasah sebanyak 23 titik atau 332 unit, perpustakaan khusus sebanyak 377 unit, dan perpustakaan perguruan tinggi sebanyak 251 unit.
Untuk meningkatkan minat baca ini, Suharti menyerukan kampanye bersama. Berbagai cara bisa ditempuh, seperti berkumpul dengan teman yang hobi membaca, membiasakan membaca, bergabung dengan komunitas pembaca, karena kebiasaan ini harus dipaksa agar bisa meningkatkan minat baca secara efektif.
Narasumber lainnya, yang juga seorang konsultan bisnis Widiasmorojati menambahkan, untuk meningkatkan minat baca di era digital ini perlu sebuah remediasi atau perbaikan pola pikir, sikap dan perilaku mengikuti perkembangan teknologi.
"Kita perlu makin cakap digital dengan cara menggiatkan literasi, scale up kemampuan, dan keterampilan dalam membaca, menulis, berbicara, juga memecahkan masalah," ujarnya.
Dimoderatori oleh Dannys Citra, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber lain: pengamat kebijakan publik digital Razi Sabardi, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia Rizqika Alya Anwar, serta Brian Khrisna selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment