Memaksimalkan Fitur Medsos, Langkah Cerdas Dakwah di Ruang Digital
Pekalongan: Data pengguna internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dan, pada 2021, meningkat semakin drastis karena sejumlah faktor pendorong. Dosen IAIN Pekalongan M. Rikzam Kamal menengarai, peningkatan jumlah pengguna internet di antaranya akibat pandemi Covid-19 yang menggeser kegiatan pendidikan, bekerja, dan sosialisasi dilakukan secara virtual.
Namun, tingginya interaksi dan komunikasi di ruang digital, menurut Rikzam, perlu dibarengi dengan etika. Misalnya, sebelum menyampaikan data atau informasi dan sebagainya ke ruang publik perlu menyaring informasi terlebih dahulu. Hal tersebut salah satunya untuk menghindari penyebaran informasi salah dan hoaks secara tidak sengaja.
”Etika di ruang digital adalah berinteraksi dan berkomunikasi dengan sadar dan memiliki tujuan serta tidak impulsive sharing. Banyaknya informasi yang tersedia dan kemudahan akses menggoda pengguna untuk bertindak jujur, maka diperlukan integritas sebagai etika dalam menggunakan konten. Bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari perilaku yang dilakukan di ruang digital, serta membagikan kebajikan yang mengandung kebermanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan,” jelas Rikzam dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (10/9/2021).
Begitu juga ketika berdakwah, lanjut Rikzam, ruang lingkup etika perlu diterapkan. Termasuk ketika berdakwah di media sosial. Sebelum menyampaikan materi dakwah, ada kompetensi literasi digital yang harus dipenuhi didistribusikan kepada khalayak.
Kemampuan literasi digital tersebut meliputi kecakapan dalam mengakses perangkat digital dan mesin penelusuran untuk mendapatkan informasi. Menyeleksi informasi dan data untuk dipahami konten dan isinya serta menganalisis dan memverifikasi kebenaran data dan informasi. Juga mengevaluasi dengan melakukan mitigasi dan pertimbangan dampak yang ditimbulkan jika materi dakwah itu disampaikan kepada umum.
”Setelah melakukan filter secara berlapis tersebut barulah didistribusikan atau disampaikan ke masyarakat. Proses itu juga berlaku ketika kita dalam posisi untuk memproduksi konten. Kita juga bisa ikut berpartisipasi menyebarkan informasi dengan menjadi agent of change dengan etika yang baik serta berkolaborasi dengan pemangku kepentingan atau kreator lainnya untuk melawan arus hoaks di ruang digital,” imbuh Rikzam, menyampaikan tema diskusi ”Dakwah Cerdas Melalui Digital” dari pilar digital ethics.
Ia menambahkan, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memverifikasi kebenaran informasi. Yakni, dengan cara konvensional atau bertanya langsung kepada orang yang lebih mafhum pada topik yang dimaksudkan. Atau, dengan memanfaatkan Google Fact Check Tools dan situs lainnya.
Narasumber lainnya, Abid Tommy Wasito dari IAIN Pekalongan, menambahkan, dakwah melalui digital dewasa ini banyak sekali ditemukan di berbagai platform media sosial dengan berbagai bentuk konten. Salah satu alasan medsos menjadi sarana dakwah karena merupakan platform bersosialisasi yang dapat diakses secara massal dan memiliki kekuatan untuk membawa pesan besar ke platform tertentu atau mengubah ide atau pemikiran.
Di Indonesia sendiri, akses media sosial mencapai persentase hingga 51 persen dari sekitar 266 juta jiwa penduduk Indonesia. Fakta tersebut tentu menjadi platform yang mudah disasar untuk menyampaikan dakwah.
”Selain massa yang banyak di media sosial, menyampaikan dakwah secara subliminal merupakan cara penyampaian yang lebih mudah diterima. Misalnya, mengintegrasikan materi dakwah dengan budaya pop, dialog antaragama, dan gerakan filantropi yang membuat orang mudah untuk tergerak,” jelas Abid.
Akan tetapi, konten dakwah di media sosial juga memerlukan kecakapan digital yang mumpuni. Ia mencontohkan, pada platform Instagram, konten yang disampaikan harus mengandung kebermanfaatan dan dikemas dengan cara yang menarik. Mencapai engagement tinggi di Instagram memerlukan usaha dengan memuat konten yang tidak memuat terlalu banyak teks, menonjolkan sisi visual menggunakan ilustrasi. Serta membuat konten yang bervariasi seperti membagikan fakta, kisah, kuis, video, dan giveaway.
”Kenali fitur dari platform media sosial yang digunakan untuk dakwah. Menggunakan hashtag unik dan kreatif serta relevan. Menjadwalkan posting secara teratur mempengaruhi jumlah view dan bagikan juga di platform media sosial lainnya untuk mencapai jangkauan yang lebih luas.”
Diskusi virtual yang dimoderatori oleh Nindy Gita (professional public speaker) juga diisi oleh narasumber lainnya, Ahmad Syaifullah (Wakil Ketua Bidang Akademik STAI Khozinatul Ulum Blora), Jadul Maula (budayawan), serta tv presenter Bella Ashari yang menjadi key opinion leader dalam diskusi.
Kegiatan webinar itu sendiri merupakan salah satu bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan serentak di sejumlah kabupaten/kota. Masyarakat Indonesia diajak untuk memperdalam literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (*)
Post a Comment