Marak Infodemi saat Pagebluk, Begini Cara Aman Berinternet
Cilacap - Pandemi Covid-19 yang dialami di dunia termasuk Indonesia menyebabkan perubahan pola hidup serba digital. Pola hidup orang yang banyak berubah ini, salah satu bukti terkuatnya terlihat pada meningkatnya penggunaan alat digital.
Hal tersebut dikatakan oleh Dosen UNUGHA Cilacap, M. Fatikhun dalam webinar literasi digital dengan tema ”Infodemik Bagi Pencegahan Covid-19” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada 14 Juli 2021.
Fatikhun mengungkapkan penggunaan media sosial di Indonesia, total nomor aktif media sosial sebanyak 170 juta. Jika dilihat dari persentase jumlah penduduk yang menggunakan media sosial ada sebesar 61,8 persen. ”Sebanyak 99,1 persen di antaranya mengakses melalui Mobile Phone,” kata dia.
Pada saat pandemi Covid-19 ini melanda, fenomena keberlimpahan informasi seputar pandemi yang beredar di tengah-tengah masyarakat diketahui sebagian di antaranya akurat, beberapa yang lainnya tidak akurat.
Berkembangnya informasi palsu saat pandemi di antaranya misinformasi, yakni informasi salah yang tanpa sengaja disebarluaskan. Kemudian disinformasi, yakni informasi salah yang secara sengaja disebarkan untuk membahayakan individu, kelompok sosial, organisasi, ataupun negara.
Lalu ada jenis malinformasi, yakni informasi yang benar namun digunakan untuk mengancam keberadaan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas tertentu. “Bahaya infodemi, menyulitkan individu untuk memisahkan fakta dari fiksi, individu tidak lagi memahami mana informasi yang sebenarnya benar,” ujarnya.
Fatikhun mengatakan infodemi membuat individu sulit untuk menemukan sumber informasi yang dapat dipercaya; kemudian menyulitkan individu menemukan panduan yang tepat untuk mengatasi permasalahan. “Infodemi akan memengaruhi proses pengambilan keputusan, juga akan mendorong masyarakat berperilaku kurang logis dan membahayakan,” tuturnya.
Fatikhun menyebut UNESCO mencatat ada 9 tema hoaks pandemi, seperti asal-usul Covid-19; statistik yang palsu dan menyesatkan; dampak ekonomi; mendiskreditkan jurnalis dengan outlet.
Lalu, berita yang tidak kredibel; ilmu kedokteran yang meliputi gejala, diagnosis, dan treatment; dampak pada masyarakat dan lingkungan; Politisasi; isi yang disengaja untuk menambang keuntungan finansial dan disinformasi yang berfokus pada selebritas.
Untuk mengecek hoaks yang menyebar di dunia digital, ada beberapa cara, pertama jika berupa gambar atau foto, bisa membuka Google Image. “Klik icon Kamera dan upload gambar yang mau dicek atau copas link gambar yang akan dicek kebenarannya,” katanya.
Kemudian jika berupa link bisa mengecek url-nya dan mengecek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs atau admin websitenya di menu atau halaman “About Us” atau “Tentang Kami”.
“Jika informasi yang diduga hoaks itu diperoleh di WhatsApp (WA), tanyakan kepada pengirimnya, dari mana ia memperoleh informasi tersebut. Jika jawabannya kiriman teman atau copas dari grup sebelah, waspadalah,” kata dia.
Narasumber lainnya, Fasilitator Kaizen Room, Muhamat Taufik Saputra mengatakan maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan pengguna untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang dimiliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, pun transaksi secara daring mulai menjadi kebiasaan baru.
Karena kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, seperti upaya peretasan. Untuk itu, pengguna harus memahami dan memiliki kemampuan keamanan digital.
“Keamanan yakni Kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut,” ucapnya.
Dipandu moderator Nabila Nadjib, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Rhesa Radyan Pranastikho (Fasilitator Nasional), Anggitiyas Sekarinasih (Dosen IAIN Purwokerto), dan News Anchor RCTI Shafinaz Nachiar, selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment