Ingat, Teknologi Itu Alat. Manfaatkan Teknologi untuk Kebaikan dan Melawan Hoaks
Surakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat temuan isu hoaks periode Agustus 2018 hingga 14 Februari 2021 total sebanyak 7.885 isu hoaks. Rinciannya, 1.568 isu hoaks terkait pemerintahan, 1.554 isu hoaks terkait kesehatan, 1.238 isu hoaks terkait politik, sisanya tersebar di isu seputar penipuan (564), kejahatan (484), internasional (474), fitnah (399), bencana alam (343), agama (290), mitos (213), pendidikan (52), dan perdagangan (51).
”Data tersebut menunjukkan, selain konten negatif, hoaks kini telah menjadi ancaman serius bagi para pengguna media digital,” ujar staf pengajar Universitas Budi Luhur Jakarta Bambang Pujiyono, saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital bertema ”Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (1/9/2021).
Bambang Pujiyono mengatakan, dari perspektif kecakapan digital (digital skills), penggunaan teknologi digital paling banyak mendapatkan ancaman dari dua jenis ancaman: hoaks dan informasi (konten) negatif. Akibat hoaks dan konten negatif berupa ujaran kebencian, cyber bullying, pornografi, perjudian, terorisme dan radikalisme, dan lainnya yang menyerbu dunia digital, selain merusak individu dampaknya juga sampai pada perpecahan bangsa.
”Banjir informasi di dunia digital membuat orang bingung, sehingga tanpa disadari telah terlibat dalam pusaran penyebaran informasi bohong (hoaks) yang bisa menyeretnya ke penjara,” kata Bambang di depan 180-an partisipan webinar.
Untuk itu, lanjut Bambang, penting sekali adanya literasi digital. Kemampuan dalam menggunakan digital saja tidak cukup, namun juga harus disertai dengan penuh rasa tanggung jawab. Apalagi manusia sebagai makhluk berbudaya, maka ia juga harus menghasilkan konten yang positif, di samping harus bisa bersikap cerdas dan cakap digital.
”Urgensi literasi digital yakni mampu menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif, sehingga dapat meningkatkan kemampuan akal-pikirnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar dampak negatif penggunaan internet,” jelas Bambang.
Ia menambahkan, ada empat kecakapan digital yang harus dikuasai. Yakni cakap menguasai piranti digital (software dan hardware), cakap menggunakan media pencari informasi (google, yahoo, baidu), cakap bermedia sosial (Instagram, facebook, twitter, Youtube), dan cakap bertransaksi digital (e-wallet, e-banking).
Masih menurut Bambang, selain bermedia sosial secara positif, sesuai tema, perang melawan hoaks harus dilakukan secara bersama-sama. Caranya, dengan mengisi dan membuat, menyebarkan, menggunakan media digital secara positif untuk hal-hal yang produktif, edukatif, infotainmen, dan rekreatif.
”Sedangkan kecakapan untuk melawan hoaks meliputi: berpikir kritis-logis, cek kebenaran informasi, filtering sebelum distributing, kendalikan diri dalam akses informasi, berani menjadi terminal akhir berita hoaks. Ingat, teknologi itu alat. Karena itu, manfaatkan teknologi untuk kebaikan dan melawan hoaks,” pungkas Bambang Pujiyono menutup paparan.
Narasumber lain pada webinar ini, direktur Perumda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta Bimo Wahyu Widodo menyatakan, hijrah dari media lama (televisi, radio, koran) ke media baru (Facebook, Instagram, twitter, Youtube) yang lebih bersifat interaktif dua arah, secara tidak langsung telah menyuburkan berita bohong alias hoaks.
Sebagai suatu tipuan yang digunakan untuk mempercayai sesuatu yang salah dan seringkali tidak masuk akal yang disebarkan melalui media sosial, hoaks memiliki beberapa jenis. Di antaranya, fake news (berita bohong), clickbait (tautan jebakan), bias konfirmasi, misinformasi (informasi tidak akurat), satire, post truth (pasca kebenaran), dan propaganda.
”Sedangkan ciri-ciri berita bohong, yakni dapat menyebabkan kecemasan, kebencian, permusuhan pada masyarakat yang terpapar, ketidakjelasan sumber berita. Kemudian juga bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul dan pengantarnya provokatif, memberikan penghakiman, bahkan penghukuman, tetapi menyembunyikan fakta dan data, serta mencatut nama tokoh tertentu,” sebut Bimo Wahyu.
Untuk melawannya, diperlukan pemahaman literasi digital, khususnya digital culture. Menurut Bimo, bangsa yang sukses dan berkualitas adalah bangsa yang berbudaya dan bermartabat. Seyogianya, saat dunia bertransformasi menjadi budaya digital, maka budaya baru yang terbentuk harus dapat menciptakan manusia yang berkarakter dan warga digital yang memiliki nilai-nilai kebangsaan untuk memperkuat bangsa dan negaranya.
Webinar yang dipandu oleh moderator Safiera Aljufri itu juga menghadirkan narasumber Triyanto (Guru Besar PKn FKIP Universitas Sebelas Maret/UNS Surakarta), Muhamat Taufik Saputra (fasilitator nasional), dan mom influencer Niya Kurniawan selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment