Desa Digital, Cara Efektif Kelola Desa Berpenduduk Warganet
BOYOLALI: Dedi Lamahu. Ini bukan nama artis sinetron yang bakal hits. Tapi, jangan salah, nama ini mulai jadi idola Indonesia. Banyak warga desa di bagian lain Indonesia yang ingin bertemu dan mengunjunginya. Karena, Dedi Lamahu tidak lain akronim dari 'Desa Digital' Lamahu yang terletak di Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo nun di Sulawesi bagian utara. Mengapa pengin ke sana?
Yup, Dedi Lamahu adalah desa eksklusif yang menjadi pilot project terpadu Kementerian Desa, Kementerian Kominfo dan Kementerian PUPR. Berbeda dengan ribuan desa lain di Indonesia, di Lamahu semua sudah serba digital. Bukan cuma sistem informasi desa berbasis IT yang bisa diakses warga, seperti sudah banyak di desa lain. Di Lamahu, semua wilayah juga sudah terakses wifi gratis, bahkan sudah ada jaringan televisi digital dengan seratus channel televisi dalam dan luar negeri.
"Selain itu, ada listrik penerangan jalan yang berbasis surya, juga kamera CCTV di puluhan titik. Bahkan, remaja desa bisa ngopi dan ngenet, akses internet di café digital," cerita Dr. Agustin Rina Herawati, dosen Fisipol Universitas Diponegoro - Semarang, saat berbicara dalam webinar literasi digital Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, 30 Juni 2021.
Tidak hanya itu. Agustin melanjutkan, dengan warga yang telah nyaris semua berbasis android dan menjadi warganet yang aktif mengakses medsos, warga Dedi Lamahu kini sudah pandai mengakses aplikasi 'panic button' dari Google Play Store. Karena umumnya sudah cakap digital, meski lewat ponsel android, mereka bisa bikin siskamling online dan menggunakan beragam aplikasi untuk mendukung kegiatan karang taruna dan kesehatan desa.
Bahkan, cerita Agustin, kalau ada ibu yang hendak melahirkan, bisa memencet alarm dan petugas desa akan sigap membantu hingga proses persalinan. Begitu juga kalau ada yang butuh perawatan medis ke rumah sakit, bisa dijemput dengan ambulans desa.
"Lamahu merupakan dedi percontohan, namun bisa menjadi tren baru pengelolaan desa modern. Sesuatu yang mestinya mudah diwujudkan dalam pengelolaan desa dengan warga yang sudah melek dan berbasis digital. Konsep Dedi Lamahu mestinya juga bisa segera dijadikan program desa nasional. Karena realitasnya sudah 73 persen warga Indonesia punya akses internet dengan android," papar Agustin di depan ratusan peserta lintas profesi yang mengikuti webinar.
Agustin antusias menyampaikan materi sesuai tema webinar “Tata Kelola Pembangunan Desa Di Era Digital”, yang dipandu oleh moderator Dimas Satria. Selain Agustin, ada tiga narasumber lain, yakni: Mustagfiroh Rahayu (dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM), M. Naufal Izul Pahlevi (fasilitator Kaizen Room), Misbahul Munir (entrepreneur dan fasilitator UMKM desa), serta Venabella Arrin, presenter yang tampil sebagai key opinion leader.
Misbahul Munir menambahkan, sejak lahirnya UU Desa No. 6 tahun 2014, peran desa tidak lagi menjadi subjek pembangunan. Tapi sudah menjadi aktor yang terlibat aktif dalam menyusun rancangan anggaran pembangunan dan mengaplikasikan dalam berbagai kegiatan desa.
"Dengan bantuan teknologi digital, maka sistem informasi desa mudah diawasi warga dan membuat kinerja aparat desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan desa makin transparan, karena bisa diakses warga secara digital. Ini jelas membuat pengelolaan pemerintahan desa lebih efektif, juga menghindari kebocoran dan penyalahgunaan dana program pembangunan desa. Desa yang terbuka dan akuntabel, itu desa cerdas masa kini," papar Misbahul.
Mustagfiroh Rahayu ikut mengamini. Pada era digital saat ini, kata dia, penyelenggaraan rapat atau forum musyawarah desa bisa dimigrasikan dalam zoom meeting. Kesibukan warga desa menggunakan mobile phone pun tak kalah dengan orang kota. Sehingga, sudah waktunya kegiatan rembuk desa digelar secara online dengan difasilitasi facebook, misalnya.
"Bisa dibuka diskusi soal jambanisasi atau urusan pengelolaan sampah. Semua bisa didiskusikan dalam grup di facebook, dan itu sudah jalan di banyak desa. Realitas tersebut jelas membuat e-government di tingkat desa bisa melibatkan partisipasi lebih maksimal karena dilakukan online," ujar Mustagfiroh.
Yang juga bisa makin diefektifkan, lanjut Mustagfiroh, adalah distribusi informasi dan interaksi pemerintah desa dalam menggerakkan pembangunan. Beragam program desa juga bisa dilaksanakan dengan berbagai platform. WA grup desa dan web desa pun bisa dibuat dan diakses oleh semua.
"Dengan begitu, database desa mulai dari jumlah wanita produktif, lansia dan jumlah luas lahan produktif, hewan ternak dan UMKM desa, bisa mudah dipantau, digerakkan lebih dinamis, dan mudah didongkrak ke pasar yang lebih luas," tambah Mustagfiroh.
Kalau database desa dan program kegiatan desa bisa disinergikan sebagai kegiatan kolaboratif dengan infrastruktur desa, maka ke depan desa bakal makin maju, nyaman dan banyak UMKM desa yang mampu menghidupi warga.
"Kalau warga desa makin banyak yang sejahtera, pastinya bakal mereduksi arus urbanisasi. Desa modern yang terdigitalisasi sudah menjadi keharusan. Tuntutan zaman now," komentar Venabella Ariin, key opinion leader, memungkasi diskusi menarik hari itu. (*)
Post a Comment