Belajar dari 'Semarang Smart City', Tata Kelola Layanan Publik Berbasis Digital
Semarang – Wali Kota Semarang Hedrar Prihadi mengatakan, dalam rangka memberikan pelayanan terbaik untuk warganya, Kota Semarang kini telah menerapkan tata kelola pelayanan publik berbasis digital yang dikemas dalam program ”Semarang Smart City” yang dimulai sejak tahun 2013.
”Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, mewujudkan ’Semarang Smart City’ adalah sebuah keniscayaan zaman,” ujar wali kota yang akrab disapa Hendi saat menjadi narasumber pada webinar literasi digital bertajuk ”Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti oleh ribuan peserta itu, Hendi mengungkap linimasa pembangunan untuk mewujudkan Semarang sebagai smart city. Dimulai tahun 2013, program Semarang Smart City (SSC) ditandai dengan penandatanganan MoU antara Pemkot Semarang dengan PT Telkom tentang pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi untuk mewujudkan program digital government service.
Kemudian, lanjut Hendi, berturut-turut tahun 2014 membangun infrastruktur jaringan dan free Wifi di 2.300 titik, 2015 meluncurkan 148 sistem dan aplikasi e-government, 2016 penandatanganan komitmen smart government oleh seluruh OPD, 2017 integrasi sistem tiap OPD ke dalam situation room, 2018 mewujudkan layanan 24 jam dengan call center, 2019 pengembangan monitoring 10.000 CCTV, dan 2020-2021 percepatan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
”Infrastruktur jaringan yang menjadi dasar pembangunan smart city seperti Wifi dan jaringan lainnya dari 2014-2020, semuanya non APBD. Bahkan Semarang merupakan kota pertama di Indonesia yang menerapkan teknologi 5G,” ucap Hendi.
Menurut Hendi, kini sistem perencanaan, sistem pembangunan, sistem pelayanan, sistem pelaporan, semuanya telah terintegrasi dari hulu hingga hilir. Bahkan, di era pandemi kecakapan digital telah membantu Kota Semarang menghadapi pandemi, yang terwujud dalam siagacorona.semarangkota.go.id.
”Dalam situs tersebut tersedia berbagai informasi terkait pandemi seperti, data kasus harian Covid, info bansos, rujukan pasien, data bantuan, ketersediaan alat kesehatan, SOP Covid, tempat isolasi, konsultasi dokter gratis secara daring, sentra vaksinasi, progres vaksinasi, monitoring microzonasi hingga tingkat RT, hingga monitoring pendatang ke Kota Semarang,” sebut Hendi mengakhiri paparan.
Narasumber berikutnya, staf pengajar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada Bevaola Kusumasari menyatakan, sistem digital tata kelola pemerintahan daerah adalah tata kelola pemerintahan daerah yang menerapkan atau menggunakan sistem digital atau komputerisasi (teknologi informatika).
Sistem digital tata kelola pemerintahan daerah (digital local government), kata Bevaola, sangat terkait dengan transparansi pemerintahan sebagai salah satu karakteristik good governance. Sistem digital itu misalnya: website, SMS center (call center), e-paper, palayanan izin satu pintu, e-KTP, e-budgeting, e-planning, e-procurement, e-warehouse, SAMSAT, e-archive.
Menurut Bevaola, dalam memberikan suatu pelayanan kepada publik ada standard operational procedure (SOP) yang menjadi suatu guidance atau pedoman penyelenggara pelayanan publik. Aspek etika maupun moral dalam pelayanan publik seperti senyum, salam, sapa, ramah dan melayani dengan penuh ketulusan merupakan salah satu contoh etika yang baik dalam pelayanan publik, kini bergeser secara online dan pelayanan yang lebih bersifat transparan, berintegritas dan akuntabel.
”Dalam etika publik ada yang namanya integritas publik, yang merupakan landasan utama etika publik itu sendiri. Penyelenggara pelayanan selain melayani masyarakat dengan berperilaku yang baik, ramah juga harus mematuhi standar atau kode etik yang telah diterapkan di setiap institusi. Apabila ada penyelenggara yang melanggar etika administrasi publik, maka sama saja penyelenggara tersebut maladministrasi karena tidak menjalankan professional standard dan tidak berperilaku yang benar,” jelas Sekretaris Jenderal Indonesian Association for Public Admintration (IAPA) itu.
Bevaola menambahkan, era digital mengubah pelayanan publik lebih terbuka. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya platform yang disediakan oleh pemerintah daerah bagi masyarakat untuk melaporkan berbagai persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan. ”Ada Lapor Gub di provinsi Jawa Tengah, Info Bekasi, bahkan beberapa kepala daerah membuka diri dengan membuat akun media sosial khusus untuk menerima laporan masyarakat,” pungkas Bevaola.
Webinar yang dipandu oleh moderator praktisi komunikasi Anneke Liu itu, juga menghadirkan Denik Iswardani Witarti (dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta), Lintang Ratri Ramiaji (dosen Fisip Universitas Diponegoro Semarang), dan juara 3 putri batik Nusantara 2018 Gloria Vincentia selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment