1.000 Peserta Ikuti Webinar Mengoptimalkan Kemampuan Digital Dalam Pembelajaran Online
WONOGIRI : Sebanyak 1.000 peserta antusias mengikuti webinar literasi digital bertema "Mengoptimalkan Kemampuan Digital Dalam Pembelajaran Online" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (6/9/2021).
Hadir dalam webinar itu empat pembicara, yakni: dosen Departemen Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM Bevaola Kusumasari, pengajar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Gilang Juwana Adikara, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wonogiri Gino, serta dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM Zita Wahyu Larasati.
Dalam paparannya, Zita Wahyu Larasati antara lain mengungkap bagaimana peran pendidikan dan etika ilmu adab mempengaruhi karakter masyarakat, khususnya dunia pendidikan di era digital saat ini. Etika secara umum meliputi persoalan kesadaran, integritas (kejujuran), tanggung jawab, dan kebajikan.
"Etika bisa hadir sebagai satu ilmu yang mempelajari gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat berupa pertimbangan dan sampai pada perbuatan. Ini merupakan etika tradisional,” kata Zita dalam webinar yang dipandu oleh moderatori Nadia Intan dan kreator konten Hibatun Wafiroh selaku key opinion leader itu.
Sedangkan etika kontemporer, ujar Zita, mengatur di antaranya dalam proses pendidikan, ketika ada kemerdekaan di situ, haruslah ada disiplin yang kuat.
Zita lalu membeberkan, dalam pencapaian kompetensi digital ada beberapa proses yang harus dilalui tiap pengguna. Yakni, kemampuan dalam mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi dan berkolaborasi dalam mengelola informasi dan berinteraksi di ruang digital. "Sebagai bagian dari pendidikan, kompetensi digital ini perlu diikuti dengan etika digital, agar pemanfaatannya optimal," kata Zita.
Zita menambahkan, etika dan etiket berinternet pada dasarnya merujuk pada pengetahuan yang berkenaan dengan substansi informasi yang meliputi hoaks, ujaran kebencian, dan sebagainya. Pengetahuan ini berkenaan dengan cara berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi pengguna digital lain.
Yang membedakan etika dan etiket berinternet lebih soal lingkup interaksinya. Etiket berinternet hanya berlaku ketika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain di ruang digital, seperti memberi salam pembuka, dalam pesan elektronik yang akan dikirim contohnya tidak mengirim pesan elektronik yang mengandung ujaran kebencian.
Etiket berinternet juga mengatur seperti dalam pesan elektronik: tidak menggunakan bahasa yang tidak sopan, menghargai privasi dan hak cipta orang lain. "Etika berinternet itu bedanya tetap berlaku sekalipun individu itu sedang aktivitas sendirian," kata Zita.
Zita mencontohkan, memperlakukan pesan elektronik sebagai pesan pribadi, menyaring informasi yang diterima sebelum diteruskan kepada orang lain, lalu ketika hendak mengirimkan file berukuran besar menanyakan kesediaan dari penerimanya.
"Pendidikan dan etika adalah unsur penting. Dalam proses pendidikan yang berperan adalah murid, guru, orangtua, sekolah, kurikulum dan perangkat pembelajarannya," tegas Zita.
Narasumber lainnya, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wonogiri Gino mengungkapkan, dalam meningkatkan kemampuan digital untuk pembelajaran online saat masa pandemi Covid-19 ini, perlu ditumbuhkan digital culture sebagai satu pedoman menjaga proses belajar berlangsung tetap efektif.
"Bagaimanapun digital culture ini krusial karena penggunaan teknologi dan internet dalam jangka panjang akan membentuk cara peserta didik dalam berinteraksi, berperilaku, berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat digital saat ini dan di masa depan,” kata Gino.
Kuatnya budaya digital yang positif, ujar Gino, akan mendorong peserta didik memiliki olah pikir kreatif dalam pemanfaatan teknologi internet. (*)
Post a Comment