Transformasi Digital sebagai Pijakan Perubahan Budaya Kehidupan
Banjarnegara - Pemerintah terus melangsungkan program nasional literasi digital untuk meningkatkan kecakapan digital warganya. Salah satunya melalui webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Banjarnegara dengan tema diskusi "Transformasi Digital: Musibah atau Anugerah”, Senin (23/8/2021).
Kegiatan hari ini dipandu oleh Bella Ashari (tv presenter) dan diisi oleh empat narasumber: Enjat Munajat (dosen Universitas Padjajaran), Imam Wahyudi (direktur Content Creative Indonesia), Agus Suryo Suripto (Kepala Kantor Kemenag Banjarnergara), dan Muawwin (penulis). Hadir pula Ryonadio (video creator) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi: digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
Enjat Munajat, yang menyampaikan materi diskusi dari perspektif keamanan digital, menjelaskan bahwa transformasi digital mengadopsi berbagai tatanan kehidupan konvensional ke arah digitalisasi. Salah satunya, pemerintah telah beranjak ke sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Hal itu mencakup berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, bisnis, hingga layanan administrasi pemerintahan. Semua terintegrasi dan membentuk konsep smart city.
"Dengan SPBE berkualitas yang didukung data berkualitas, akan menciptakan smart government. Sebab, data dan informasi berada dalam satu wadah. Itu akan menghilangkan tumpang tindih informasi dan duplikasi data, sehingga memudahkan integrasi layanan pemerintah," jelas Enjat Munajat.
Saat ini pemerintah Indonesia masih berproses menuju smart government. Pada 2020, pemerintah menguatkan tata kelola pemerintahan dengan berbagai kebijakan Perpres SPBE, kemudian pada 2021 tengah menggarap penguatan layanan SPBE, termasuk di dalamnya dengan meningkatkan literasi digital SDM, penetapan peta rencana SPBE nasional dan arsitekturnya.
"Berikutnya adalah dengan menguatkan infrastruktur SPBE, yang dapat dilihat dari pemanfaatan infrastruktur TIK dan terwujudnya tematik layanan. Disusul kemudian dengan pembangunan TIK 4.0 hingga pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, yakni mewujudkan konsep smart city dengan pola kerja digital,” ujar Enjat.
Sementara itu, Agus Suryo Suripto menjelaskan, transformasi digital telah memberikan kemudahan yang memangkas jarak dan waktu dalam mendapatkan informasi, komunikasi, dan berjejaring. Namun pada dasarnya, transformasi tetap membawa sisi positif dan negatif.
"Media digital selain digunakan untuk menyambung silaturahmi, menyebar ilmu, mengembangkan bisnis, dan meningkatkan kualitas kemanusiaan, sekaligus juga bisa digunakan untuk memecah belah persatuan bangsa, menyebar berita bohong, penistaan, fitnah, caci maki, dan pembunuhan karakter. Oleh karena itu, teknologi digital bagaikan pisau bermata dua yang manfaatnya dapat diperoleh tergantung penggunaannya," sambung Agus.
Penggunaan media digital, lanjut Agus, harus didasarkan pada sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan dan peningkatan kualitas kemanusiaan. Ruang digital menjadi ruang publik yang bersifat open access, sehingga harus dijadikan sebagai media pembelajaran etika bagi pengguna.
Agus kemudian mengutip Alquran, surat Arrum Ayat 41, yang artinya, ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke (ajaran yang benar).”
"Dapat disimpulkan, adanya transformasi digital harus digunakan pada jalur yang positif. Transformasi digital harus dapat mengatasi kendala maupun masalah yang saat ini dialami oleh pengguna dengan keterbatasan pemahaman etika. Masyarakat harus beradaptasi dengan perubahan era digital, yakni dengan menyesuaikan etika di dunia digital,” ujar Agus, memungkas diskusi . (*)
Post a Comment