Stiker dan Emoji, Sarana Memahami Level Emosional Anak
Wonogiri – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI kembali menyelenggarakan webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (19/8/2021). Diskusi virtual kali ini mengusung tema menarik, yakni ”Melindungi Anak di Ruang Digital”.
Diskusi virtual tersebut merupakan bagian dari gerakan nasional literasi digital yang dilaksanakan untuk meningkatkan kecakapan digital masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Literasi digital yang disusun oleh pemerintah ini meliputi empat pilar: digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. Program ini telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021 untuk mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.
Pada webinar siang ini, diskusi dipandu oleh Thommy Rumahorbo (entertainer) dengan menghadirkan secara online empat narasumber: Septa Dinanta (researcher Paramadina Public Policy), Bang Aswar (pendiri PCI), Cahyo Sukmana (Kepala Kantor Kemenag Wonogiri), dan Nurkholis (konsultan bisnis dan HAM). Selain itu, hadir pula mompreneur Reisa Nurma sebagai key opinion leader.
Dalam paparannya, Cahyo Sukmana antara lain menyampaikan, peran orangtua dalam melindungi anak di ruang digital sangat vital. Sebab, aktivitas anak di masa pandemi banyak dihabiskan di dunia virtual untuk kegiatan belajarnya.
Realitas di era digital, urai Cahyo, orangtua atau keluarga seringkali membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan. Bahkan, memberikan gawai tanpa memikirkan dampak negatif ketika anak sudah ketagihan.
”Penggunaan gawai tanpa batas dapat mengabaikan waktu belajar bagi anak dan hilangnya interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Selain itu, dari segi usia, mental anak masih belum stabil, sehingga dapat berpengaruh pada penurunan mental ketika mengalami hal negatif di media sosial. Lagi pula, usia anak yang masih dini belum memerlukan kebutuhan eksistensi melalui media sosial,” ujar Cahyo Sukmana.
Di ruang digital, orangtua berperan banyak dalam melindungi anak dari dampak buruk platform digital. Selain sebagai pengawas, orangtua sekaligus menjadi pendamping platform apa saja yang boleh digunakan anak dan jenis konten apa saja yang cocok untuk usia anak.
”Orangtua perlu mengimplementasikan dengan baik dan benar regulasi penggunaan gawai. Perlu diberikan batasan penggunaan gawai dan mendampingi aktivitas virtual anak. Menguntit (stalking) kegiatan anak di media digital penting bagi orangtua untuk mengendalikan anak-anaknya dalam menggunakan media sosial,” kata Cahyo.
Sementara itu, Bang Aswar memberikan insight dari sisi digital skill. Ia mengatakan, kendati dapat memberikan dampak buruk, dunia digital rupanya berpotensi menyembuhkan emosional anak. Menurutnya, anak di usia dini masih sulit mengenali emosi yang dirasakannya. Dan, dengan memberikan pemahaman kepada diri anak bisa mempercepat self healing atau penyembuhan secara emosional dari pengalaman traumatik atau kejadian yang mengandung muatan negatif.
”Kalau di dunia digital, bisa mengajarkan anak untuk menunjukkan emosi yang dirasakannya melalui stiker, emoji, emoticon. Hal itu menjadi simbol yang lebih ekspresif. Kalau dilihat, anak-anak di masa pembelajaran jarak jauh lebih banyak mengalami muatan emosi negatif karena perubahan sosial dan perubahan masalah belajar,” ujarnya.
Kata Bang Aswar, saat mentransformasikan emosi yang dirasakan anak ke dalam ekspresi emoji, mendengarkan lagu, stiker dan sebagainya, di situ terjadi proses transisi. Anak dapat menggambarkan spektrum pengalamannya dari yang paling rendah hingga pada pengalaman pencerahan.
”Hal tersebut tentunya membutuhkan keterlibatan orangtua. Membuat stiker bisa menjadi sarana untuk mengetahui level emosional anak. Kemudian memberikan pendampingan untuk mengajak anak memahami perasaan dan memberikan pengertian,” ujar Bang Aswar, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment