Say No pada Kecanduan Digital, Kita adalah Pengemudi Teknologi
Brebes - Kecanduan digital adalah salah satu dampak negatif dari budaya digital yang cukup riskan jika tidak disikapi dengan bijak. Padahal pemanfaatan teknologi digital pada jalur yang positif bisa meningkatkan keterampilan dan kreativitas. Ihwal positif-negatif transformasi digital itulah yang dibahas dalam webinar literasi digital gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Rabu (18/8/2021) siang.
Webinar literasi digital merupakan program nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk mengakselerasi kecakapan digital masyarakat. Literasi digital yang dirumuskan pemerintah mencakup empat pilar, yakni: digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety. Keempat pilar saling berkaitan satu sama lain untuk mengarungi ruang digital yang tanpa batas.
Bella Ashari memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Imam Ghozali (Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Brebes), Alfarisi Arifin (director marcomm Perguruan Islam Al Izhar), Arfian (konsultan SDM), dan Ahmad Faridi (Kanwil Kemenag Jateng). Selain itu, ada Ryonadio (video creator) sebagai key opinion leader dalam diskusi.
Imam Ghozali dalam paparannya menjelaskan hubungan antara manusia dan budaya dalam perspektif Alquran. Intinya, manusia sejatinya diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, dan disempurnakan dengan hati dan akal. Maka, dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial, manusia jangan sampai disetir oleh alam tetapi menjadi subjek yang menyetir alam.
"Secara sederhana, di era digital ini dengan akal yang diberikan oleh Allah manusia memiliki kewenangan atas transformasi digital. Mampu memilah dan memilih serta memfilter apa-apa yang baik dari hal yang negatif. Dalam menerima informasi di era digital ini, manusia harus teliti dan cross check apakah info tersebut benar dan bermanfaat atau sebaliknya," jelas Imam kepada 200-an peserta diskusi.
Manusia merupakan individu yang berbeda dan memiliki keunggulan serta kelemahan masing-masing, tinggal bagaimana manusia memandangnya. Sebab apa pun yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia. Jadi mensyukuri nikmat yang didapatkan dengan baik merupakan bentuk tunduk manusia terhadap sang pencipta.
Hal tersebut dijelaskan Imam berdasarkan firman Allah dalam surat Al An'am ayat 165, yang artinya, "Dan Dia-lah yang menjadikanmu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lainnya beberapa derajat, dan mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha penyayang."
Disambung oleh Alfarisi Arifin, ada hal yang harus dimiliki di era digital yakni literasi digital. Ia menyebutkan, dengan literasi digital setidaknya pengguna internet dapat menggunakannya untuk mendapatkan inspirasi dan menggali kreativitas. Pengguna juga harus bisa berpikir kritis di tengah banyak informasi yang tersedia, karena media sosial diibaratkan sebagai belantara yang segala hal ada di dalamnya sehingga membutuhkan filter.
Ruang digital yang tanpa batas menuntut penggunanya agar memiliki cultural and social understanding. Sebab, ketika kita sudah terhubung di ruang digital berarti kita terkoneksi secara global dengan pengguna lain yang memiliki budaya dan latar belakang berbeda.
"Selanjutnya, berkolaborasi dan membangun komunikasi yang efektif dengan mampu menyampaikan lewat teks secara bijak dan baik. Hal penting saat menggunakan media digital adalah kaitannya dengan keamanan dan keselamatan identitas digital dan data pribadi. Juga, memiliki functional skill, bagaimana semua poin tersebut dapat diolah untuk memperbaiki dan menjadi nilai tambah dalam kehidupan sehari-hari," jelas Alfarisi.
Terkait dengan ruang digital, lanjut Alfarisi, internet ibarat gunung es di mana yang kita lihat hanya pada bagian permukaan saja. Jika dipersentasekan, apa yang kita tahu dari internet hanyalah empat persen saja. Yakni, hal-hal yang umum diketahui sebagai pengguna internet, seperti media berita, media sosial, platform hiburan, media komunikasi, dan web perusahaan. Pada dasarnya internet itu sangat dalam, di mana 96 persen lainnya berisi berbagai aktivitas ilegal dan berbahaya untuk dilihat tanpa proteksi yang kuat.
"Dan segala bentuk kejahatan digital itu dipicu oleh kebiasaan-kebiasaan digital kita yang sering diabaikan, padahal ancaman digital begitu nyata. Kebiasaan itu di antaranya banyak dari kita yang merasa bahwa penggunaan layanan finansial secara digital itu aman. Akan tetapi, di jaringan publik melakukan transaksi finansial sangat berbahaya. Berbelanja online di tempat yang tidak terverifikasi bisa mendatangkan kerugian. Menggunakan satu password untuk berbagai akun, merupakan hal berbahaya yang mengancam keamanan digital," jelasnya.
Selain itu warga digital yang terlalu sok akrab, tidak patuh pada aturan di platform digital, dan terlalu gembar-gembor di media sosial merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tidak disadari.
"Kita cenderung impulsif saat menerima informasi dan buru-buru menyebarkannya tanpa tahu kebenarannya. Di ruang digital saat mau share atau repost seb.aiknya cross check dulu akurasi informasinya, apakah benar dan bermanfaat jika dibagikan. Apakah itu baik, penting, dan dapat menginspirasi. Hal-hal tersebut hendaknya menjadi parameter sebelum spontan memposting," tutupnya. (*)
Post a Comment