Pastikan Aman Sebelum Berselancar di Ruang Digital
Purworejo - Literasi digital merupakan kebutuhan bagi warga digital untuk bisa berselancar di ruang digital dengan aman, nyaman, dan positif. Memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah menghadirkan program literasi digital guna meningkatkan kecakapan masyarakat dan mencetak generasi yang tidak hanya mampu menggunakan tetapi juga memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Program tersebut salah satunya terwujud dalam diskusi virtual yang dilaksanakan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Senin (16/8/2021) dengan tema diskusi "Tantangan Pendidikan Karakter di Era Digital". Literasi digital itu setidaknya mencakup empat pilar, yakni digital ethic, digital culture, digital skill, dan digital safety.
Kegiatan pada siang hari ini dipandu oleh Thommy Rumahorbo (presenter) serta empat pemateri yang cakap pada bidangnya. Yakni, Muhamat Taufik Saputra (fasilitator nasional), Evelyne Henny Lukitasari (dosen Universitas Sahid Surakarta), Sukmo Widi Harwanto (Kadisdik Pemuda dan Olahraga Kabupaten Purworejo), dan Lia Puspitasari (guru SMAN 7 Purworejo). Selain itu turut hadir penyanyi tradisional Sruti Respati sebagai key opinion leader.
Membuka diskusi, Muhamat Taufik Saputra menekankan pentingnya memastikan keamanan sebelum terjun ke ruang digital. Jika dilihat data pengguna internet di Indonesia mencapai 202 juta penduduk dari total populasi 274 juta atau sekitar 73 persen penduduk paham akan pentingnya internet.
Data tersebut mengantarkan pada kesadaran bahwa kini pusat keramaian berpindah ke dunia digital. Ketika di pusat keramaian, sebagaimana di dunia nyata, juga terdapat orang-orang yang mungkin berniat jahat. Pelaku kejahatan juga bermutasi dan ikut beradaptasi ke ruang digital, maka dari itu menjaga keamanan digital dari ancaman siber itu penting.
"Melalui satu gawai kita bisa melakukan apa saja karena mencari informasi dan komunikasi menjadi lebih mudah. Mencari lokasi pun bisa dengan mudah menggunakan internet, mendengarkan musik hingga berbisnis semuanya bisa diakses dengan jaringan internet dan dukungan perangkat digital. Tugas kita sebagai pengguna adalah mampu mengenali, menerapkan, mempolakan, menganalisis dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari," jelas Taufik.
Dalam berinternet dewasa ini kita mengenal istilah "saring sebelum sharing". Hal itu begitu penting selain dari sisi etika juga sisi keamanan digitalnya. Pengguna internet harus sadar apakah konten yang akan diunggah ke ruang digital mengandung informasi pribadi yang dapat memicu keamanan kita dalam berinternet. Sebab, di internet ada hal yang harus dijaga kerahasiaannya serta tidak boleh diunggah di ruang digital. Contoh, data pribadi akun perbankan, alamat rumah, password dan data penting lainnya.
"Mengunggah data pribadi memiliki konsekuensi untuk disalahgunakan, entah untuk profiling, jual beli data, bahkan untuk didaftarkan pinjaman online yang dapat merugikan pengguna, peretasan akun dan gangguan keamanan dan kenyamanan di ruang digital," ujarnya.
Berinternetlah dengan membagikan hal-hal yang baik dan positif, menghormati dan menjaga orang lain sekalipun beda pendapat, tinjau verifikasi permintaan data pribadi. Serta gunakan situs terpercaya untuk berselancar, pastikan link yang digunakan ada tanda gembok dan mengandung "https".
"Aman berdigital dengan memastikan password yang kuat, berbeda setiap akun, dan diganti secara berkala. Mengaktifkan pengaturan privasi ganda, menggunakan situs terpercaya. Menghapus riwayat pencarian dan meminimalisir penggunaan wifi gratis. Sebab, saat berada di jaringan yang sama dengan pelaku kejahatan siber mereka akan mudah meretas data digital kita," tutupnya.
Dari sisi budaya, Sukmo Widi Harwanto menambahkan, budaya digital kini sudah semakin akrab dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di masa pandemi, semua orang semakin dituntut untuk bisa menggunakan dan mengoptimalkan teknologi digital, tak mengenal usia dan dari latar belakang apapun.
Perkembangan budaya digital sangat ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sektor pendidikan, pendidik dipaksa menguasai teknologi agar dapat mentransfer ilmu atau materi pembelajaran kepada siswa. Begitu juga dengan siswa dituntut bisa beradaptasi dan mengoptimalkan ruang digital dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh pengetahuan.
"Di Kabupaten Purworejo, budaya digital sudah mulai kita pakai. Semua tenaga pendidik dituntut mampu menggunakan internet dalam pembelajaran daring. Meskipun masih terdapat kekurangan dari segi sarana prasarana namun semangat untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan digital menjadi dorongan untuk bisa memberikan pendidikan yang baik untuk siswa," jelas Sukmo kepada 800-an peserta diskusi.
Ia mengatakan, dinas pendidikan dan tenaga didik sebagai leading sector akselerasi transformasi digital tidak hanya mampu secara teknis, tetapi juga harus bisa mengembangkan digital di lingkungannya. Yakni dengan pola pikir fixed mindset menjadi growth mindset.
"Orang dengan fixed mindset cenderung stagnan dan tidak mau beradaptasi dengan perkembangan. Sedangkan growth mindset akan selalu mencoba dan melakukan yang terbaik dalam menghadapi situasi, termasuk terhadap perkembangan teknologi," tutur Sukmo.
Ia menambahkan, ada sejumlah aspek dalam membangun budaya digital, yaitu dengan ikut berpartisipasi dalam memberikan kontribusi untuk kemajuan bersama. Remediasi, mengubah budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat. Serta bricolage, atau memanfaatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk hal baru. (*)
Post a Comment