Pandemi Remukkan Sektor Wisata, Kearifan Lokal Jadi Terobosan Baru
Bantul - Diskusi dengan tema "Memajukan Pariwisata Desa Melalui Media Digital" berlangsung secara virtual hari ini, Jumat (13/8/2021). Kegiatan yang digelar untuk masyarakat Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2021, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Melalui program yang dilaksanakan secara serentak itu pemerintah menanamkan empat pilar literasi digital: digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety. Harapannya, masyarakat dapat meningkatkan kecakapan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Harry Perdana (entertainer) yang mendapat mandat sebagai moderator acara hari ini mengajak empat pemateri dalam diskusi. Yaitu Muhammad Arwani (P3MD Kemendes PDTT), Arie Sujito (dosen Sosiologi Fisipol UGM), Muhammad Mustafid (ketua LPPM UNU Yogyakarta), dan Ragil Triatmojo (blogger). Selain itu Ananda Denayu (content creator) ikut hadir sebagai key opinion leader.
Muhammad Arwani mengatakan, kemajuan pariwisata desa semakin didorong pengembangannya dengan adanya UU Desa. UU ini memberikan kewenangan kepada desa untuk mengatur pemerintahan yang, salah satunya, termasuk alokasi dana desa yang bisa dimanfaatkan untuk memajukan potensi wisata desa.
Lebih lanjut, era transformasi digital mengajak semua tatanan pemerintah untuk cakap memanfaatkan teknologi digital. Salah satunya, mengenalkan potensi wisata desa secara lebih luas. Apalagi digitalisasi telah tertuang dalam kebijakan yang mendorong penciptaan ekosistem digital yang produktif.
Jika dilihat dari data, Indonesia termasuk negara dengan pengguna internet yang tinggi. Dalam konteks media sosial, Youtube menjadi platform yang paling banyak digunakan. Maka, ini menjadi potensi untuk bisa dimanfaatkan dalam mempromosikan wisata lokal.
Arwani mengatakan, kiat bermedsos salah satunya adalah cakap etis. Kita harus paham siapa diri kita saat bermedia sosial. Yakni, kita sebagai makhluk yang diciptakan yang penuh etika. Baik etis dari segi hukum, moral agama, dan kesopanan. Oleh karena itu, kita harus bisa mengendalikan diri dalam menggunakan medsos.
"Aturan dasar yang perlu dipahami oleh warganet dalam bermedia sosial yaitu bagaimana membangun jati diri dengan konten yang menarik, yang bisa menimbulkan interaksi atau engagement. Sebab, konten yang menarik tentu akan dilirik dan mendapat respons. Dalam bermedia sosial harus memperhatikan dampak yang akan dihasilkan dari konten yang diunggah, apakah positif atau negatif. Serta yang penting juga bagaimana konten yang kita unggah dapat memberikan pengaruh yang positif," jelas Arwani.
Dalam mengunggah atau menyebarkan konten juga mesti disaring dulu sebelum sharing atau tabayyun, memastikan apakah konten itu kredibel. Upayakan dalam berinteraksi itu memberikan komentar yang positif. Memancing diskusi positif seperti bagaimana memajukan potensi wisata desa. Atau, sekali-kali membuat kuis yang menyenangkan.
"Cakap bermedsos itu berhati-hati dalam menuliskan atau menyampaikan pendapat maupun pikiran dalam interaksi dan komunikasi media sosial agar terhindar dari jerat hukum. Sekarang, status, komentar itu adalah harimaumu. Sebagai makhluk beretika, maka kita harus menerapkan etika dalam bermedia digital," jelasnya.
Arie Sujito menambahkan, di era pandemi, sektor pariwisata benar-benar remuk, sehingga perlu terobosan baru agar pariwisata tetap hidup. Sebab, pariwisata menjadi sektor strategis pembangunan yang menautkan beberapa dimensi dan kepentingan, yakni ekonomi, ekologi, partisipasi sosial, budaya serta teknologi.
"Memajukan wisata desa dengan mengubah paradigma dan orientasi bahwa pariwisata tidak hanya untuk turis asing tetapi juga warga lokal dengan memperkuat budaya lokal yang diangkat sebagai sebuah narasi yang menarik," ujar Arie kepada 200-an peserta diskusi.
Menurut Arie, wisata berbasis budaya dapat menjadi alternatif dalam menguatkan pariwisata lokal dengan memadukan dimensi pertumbuhan, kreatif, dan pemerataan. Lokalitas budaya harus menjadi cerminan daya tarik pariwisata.
"Desa memiliki daya tarik dengan konstruksi kekuatan lokal. Ditambah tumbuhnya teknologi dan informasi menjadi penopang pembangunan pariwisata. Bagaimana menciptakan narasi kearifan lokal, keunikan yang memiliki nilai tinggi dan punya makna. Narasi budaya lokal dikemas, sehingga daya tarik wisata tidak hanya menyajikan tempat yang menarik tetapi ada nilai budaya di dalamnya yang dapat ditonjolkan. Untuk itu dibutuhkan manajemen pengetahuan mewujudkan wisata sebagai jalan baru bagi ekonomi yang berbudaya," terangnya.
Arie Sujito menambahkan, inisiasi pengembangan wisata alternatif berbasis budaya lokal perlu diwujudkan dengan terobosan baru secara praktis, menyusun desain road map pariwisata berbasis budaya lokal yang dikerjakan bersama. "Wisata berbasis budaya lokal merupakan alternatif penting penopang nasionalitas," ujarnya. (*)
Post a Comment