Memanfaatkan Ruang Digital: Gadget adalah Kuda, Manusia Jokinya
Temanggung - Salah satu kemampuan yang harus dimiliki di era digital adalah berliterasi digital. Yaitu, kemampuan yang tidak sekadar tahu cara mengoperasikan teknologi tetapi cerdas memanfaatkannya, sehingga mendapatkan output yang positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Topik ini dibahas dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program nasional literasi digital pemerintah dalam mendukung percepatan transformasi digital. Literasi digital yang digagas utamanya mencakup empat pilar: digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety.
Dipandu Nadia Intan (presenter) sebagai moderator, diskusi virtual diisi oleh narasumber yang kompeten pada bidangnya. Yaitu, Prasidono Listiaji (konsultan media), Femikhirana Widjaja (digital marketing strategist), Bambang Barata Aji (komisaris PT Visitama 17 Jakarta), dan Muhamad Siswanto (kepala MAN 4 Kebumen). Selain itu, ada Marisa Habibie (art content creator) sebagai key opinion leader.
Mengawali diskusi, Femikhirana Widjaja membahas tentang penulisan digital. Kemampuan digital writing di era digital merupakan kelanjutan dari penulisan kreatif yang dipengaruhi oleh perkembangan internet serta tersedianya berbagai platform digital. Medsos yang semakin merebak membuat semua orang menjadi penulis di ruang digital, entah itu sekadar status, komentar, takarir, dan lainnya.
"Berbeda dengan karakteristik penulisan yang dilakukan secara manual dengan hasil akhir tulisan secara fisik, era digital mengubah tulisan dalam bentuk data atau softcopy. Jumlah karakternya pun cenderung lebih pendek karena langsung berorientasi pada tujuan, dan media penulisan berbasis digital atau paperless. Banyaknya platform digital juga membuat hasil tulisan diakses dengan mudah," jelas Femikhirana.
Belajar tentang penulisan sangat penting karena apa yang ditulis merupakan cerminan dari karakter, pola pikir, dan kecerdasan individu. Digital writing menjadi bahasa yang digunakan untuk berinteraksi di ruang digital. Maka penting disadari bahwa mempelajari digital writing yang cerdas itu merupakan kemampuan yang harus terus diasah.
"Unsur yang terdapat di dalam digital writing meliputi teknik penulisan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan, apakah untuk penulisan jurnalistik, promosi, takarir dan sebagainya. Penggunaan tata bahasa, ejaan, dan tanda baca penting diperhatikan untuk meminimalisir kesalahpahaman oleh pembaca," imbuhnya.
Dalam penulisan diperlukan kata kunci yang tepat agar mudah untuk dicari. Susunan layout dengan tambahan gambar atau ilustrasi dibuat agar menarik untuk dibaca. Tambahkan juga tautan referensi jika mengambil atau menyadur kalimat orang lain, karena bagaimanapun itu termasuk hak intelektual. Nama penulis dan umpan balik agar memudahkan pembaca lainnya. Di era digital menguasai kombinasi penulisan dan editing grafis adalah suatu keharusan, karena digitalisasi memiliki orientasi dan daya tariknya pada visual.
"Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan digital adalah tidak menulis hoaks, tidak membuat tulisan dengan niat untuk menjatuhkan orang lain. Juga, tidak melakukan plagiasi serta mengikuti aturan dalam UU ITE dan jurnalistik," lanjutnya.
Pengguna media digital juga bisa memaksimalkan tulisan dengan mempelajari basic SEO agar tulisan dapat ditemukan dengan mudah. Tulisan original dan dengan jumlah karakter yang banyak biasanya lebih cepat terdeteksi oleh mesin pencari. Begitu juga dengan variasi konten pada suatu platform akan lebih berpeluang dibaca.
Sementara itu, Prasidono Listiaji menambahkan tentang pemanfaatan ruang digital secara lebih baik agar tetap aman dan nyaman bermedia digital. Sebab, tak dimungkiri, media digital selain menyediakan berbagai karya positif yang bisa kita terapkan dan menambah skill ternyata juga bisa menimbulkan persoalan.
"Dunia digital menjadi ruang yang tanpa batas, perlu menjadi peringatan bagi diri sendiri agar memahami semua fitur alat digital dengan menentukan fungsi apa saja yang kita butuhkan. Karena percuma saja punya smartphone yang canggih tetapi hanya digunakan untuk keperluan yang biasa saja. Gunakan aplikasi yang dibutuhkan, bermanfaat, dan membantu kebutuhan sehari-hari, apakah untuk kerja, belajar, bisnis, atau hiburan.
"Jangan sampai kita dikendalikan oleh teknologi, karena sebenarnya gadget adalah kuda dan manusia atau pengguna adalah jokinya. Kita yang menentukan gadget itu dimanfaatkan seperti apa," jelas Prasidono.
Prasidono juga mengibaratkan gadget sebagai bayangan diri yang harus dijaga kebaikannya agar aman di ruang digital. Di dalam gawai terdapat data dan identitas yang harus dijaga keamanannya. Menjaga keamanan perangkat dan identitas digital dengan memberikan pengamanan privasi, memasang password. Tidak memasukkan semua data penting di dalam satu gawai, karena jika terjadi hal tak diinginkan dapat membahayakan diri sendiri dan orang di sekitar kita. Lakukan backup data sebagai cadangan penyimpanan data.
"Di ruang media sosial pun kita harus berhati-hati dengan materi atau informasi publik. Jangan menganggap semua konten yang ada itu benar. Baik sebagai produsen maupun konsumen di ruang digital harus memastikan informasi itu akurat, legal, dan bermanfaat untuk dikonsumsi. Sebab, apa yang kita sampaikan akan menjadi jejak digital yang abadi. Jika tidak bisa terlibat dalam ruang publik lebih baik diam atau tinggalkan," tutup Prasidono. (*)
Post a Comment