Literasi Digital untuk Tumbuhkan Etika dan Budaya Berpendidikan di Ruang Digital
Wonogiri – Webinar literasi digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan tema "Literasi Digital untuk Peningkatan Kualitas Belajar Siswa di Masa Pandemi" diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (23/8/3021). Kegiatan ini adalah bagian dari gerakan nasional literasi digital untuk mendukung percepatan transformasi digital yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan digital masyarakat.
Dipandu oleh penari tradisional Ayu Perwari, diskusi virtual ini diisi oleh empat narasumber: Gilang Jiwana Adikara (dosen Universitas Negeri Yogyakarta), Sabinus Bora Hanganguwali (peneliti di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), I Komang Sumerta (dosen Universitas Ngurah Rai), dan Puput Gunadi (tim pengembangan kurikulum Kemendikbud). Juga ada key opinion leader Dibyo Primus (seniman). Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi: digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
I Komang Sumerta dalam paparannya mengatakan, transformasi digital telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup manusia, di mana dalam satu platform semua orang bisa terhubung karena kehadiran internet dan media digital. Jika masyarakat saat ini tidak bisa beradaptasi dengan transformasi, maka akan tertinggal jauh.
Di dunia pendidikan, kegiatan belajar mengajar telah berubah dari cara konvensional ke arah digital. Penyampaian materi belajar dilakukan secara virtual menggunakan berbagai platform media digital yang sesuai. Konsultasi dengan guru pun dilakukan dengan komunikasi secara virtual menggunakan media komunikasi digital.
Namun, dari semua perkembangan teknologi yang ada, etika merupakan satu hal yang tidak boleh absen dalam kehidupan digital. Sebab, etika menjadi penyeimbang antara hak-hak digital dan kewajiban sebagai warga digital kepada pengguna lainnya. Dari sini pemerintah mengeluarkan UU ITE yang menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di internet. Seperti tidak boleh melakukan kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, menyebarkan hoaks, pemerasan, pengancaman, menyinggung SARA, dan hal negatif lainnya.
"Terkait etika di sekolah atau dunia pendidikan, salah satunya adalah etika dalam hal menghubungi guru saat bimbingan belajar online. Memperhatikan waktu yang tepat, mengawali dengan salam dan memperkenalkan diri, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, menyampaikan maksud dan keperluannya secara singkat dan jelas. Hal-hal simpel seperti ini memang tidak bisa dikaitkan dengan hukum, tetapi merupakan cara untuk melakukan character building murid," ujar Komang kepada 130-an peserta webinar.
Namun, etika yang paling penting dan harus dipegang dalam dunia pendidikan adalah menghindari perilaku plagiat, atau membuat tulisan maupun karya menggunakan milik orang lain. Untuk menghindari plagiarisme, warga didik dan satuan pendidikan dapat menggunakan fasilitas digital seperti Turnitin dan iThenticate untuk mengecek kemiripan suatu tulisan.
Di sisi budaya digital, Puput Gunadi menambahkan, tantangan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk beradaptasi dengan teknologi dan perubahan, meskipun untuk saat ini fasilitas dan sumber dayanya masih kurang memadai.
Kendala itu dirasakan tidak hanya dari pihak sekolah dan siswa, tetapi juga orang tua. Pembelajaran dari rumah membuat sekolah yang dulu masih menggunakan fasilitas paper based untuk bahan ajar dan latihan murid, kini ditransformasikan ke dalam bentuk digital. Guru secara keseluruhan belum siap dengan metode dan materi digital. Capaian belajar siswa rendah karena terbatasnya waktu interaksi dengan guru dan diarahkan ke model pembelajaran secara mandiri. Sedangkan dari sisi orang tua, tidak semuanya bisa membantu mendampingi pembelajaran anak.
"Era digital tidak bisa ditawar, namun masyarakat harus beradaptasi untuk dapat menerima, membuat, mengolah dan menyampaikan informasi melalui TIK dengan benar dan sesuai konteks. Ada enam hal yang harus dibudayakan di era pembelajaran digital, yakni religius, mandiri, bernalar kritis, berkebhinekaan global, bergotong royong dan kreatif," jelas Puput Gunadi.
Puput menambahkan, budaya religius berarti membudayakan salam dan doa sebelum dan sesudah belajar. Mandiri, artinya mampu mengeksplorasi hal berkaitan pendidikan. Bernalar kritis, yakni dengan tidak hanya menerima informasi dari satu sumber. Berkebhinekaan global, yakni menghargai dan menghormati perbedaan. Gotong royong atau kolaborasi, menciptakan hal-hal positif. ”Dan kreatif, yakni tidak hanya menggunakan media digital sebagai sarana hiburan atau sarana membagikan konten sebagai tontonan saja. Tetapi menjadi hiburan atau tontonan yang memberi tuntunan,” ujarnya. (*)
Post a Comment