Layani Komplain, Solusi Survive Bisnis Online
Kendal : Berbisnis online di era serba digital adalah suatu keniscayaan. Tuntutan zaman yang tak terelakkan. Boleh dibilang, mereka yang tak mampu berubah jadi 'go digital', sudah pasti bakal ditinggal pelanggan.
“Karena itu wajar kalau ke depan, mulai 2021 sampai 2022 saja, perputaran omzet bisnis online di beragam platform marketplace di Indonesia dalam proyeksi Deperindag bakal mencapai Rp 563 triliun. Pasar gemuk yang sangat butuh strategi jitu," kata
Tomy Widyatmo, seorang pekerja dan pengembang media seni digital.
Strategi jitu yang dimaksud, lanjut Tomy, yakni terkait dengan pelayanan, promosi, juga produksi, kemasan hingga delivery. "Butuh siasat yang, mau tak mau, harus terus berkembang mengikuti selera pelanggan. Yang tak mau berubah dan berkembang pasti ditinggal, karena persaingan di bisnis ini semakin ketat, bahkan kejam," pesan Tomy, yang ia sampaikan saat tampil dalam webinar literasi digital yang digelar untuk warga Kabupaten Kendal, 28 Juni lalu.
Persaingan yang ketat dan kejam itu, sambung Tomy, masih diuji dengan gempuran badai Covid-19 hampir dua tahun ini, yang makin membuat bisnis online harus kerja keras berinovasi. Baik untuk sekadar survive, maupun sudah pasti berjuang untuk terus maju berkembang membesarkan usahanya.
Lantas, dari mana pintu order bisnis online bisa didongkrak dan diperbaiki input ordernya?
Sani Widiowati, director Indonesia Site Princenton Bridge Year, mengurai jawaban. Dalam bisnis online, berdasarkan riset yang sudah ia lakukan bertahun-tahun, hasilnya menunjukkan: 15 persen keluhan pelanggan bisnis online ada pada produknya. Lalu, 15 persen pada sistemnya, dan -- ini yang terabaikan -- 70 persen pada pelayanan.
Khususnya, kecepatan respons melayani keluhan atau komplain pelanggan. Padahal, tutur Sani, bagusnya respons kita pada pelanggan menentukan repeat order atau black list-nya mereka pada bisnis kita. Kalau 90 persen kita cepat merespon chat komplain, kita bisa berharap pelanggan positif pada usaha kita. Kalau 50 persen kita malas membalas, masih bisa berharap, bahkan kalau sampai 30 persen tingkat kemalasan kita merespon. "Tapi yang sudah-sudah, kita bakal di-black list pelanggan. Jadi, sungguh serius masalah pelayanan, khususnya merespons keluhan pelanggan, karena ini kunci penting survive-nya bisnis online,” papar Sani.
Sani dan Tomy tampil dalam webinar bertema, “Survive Usaha Online dalam Era Digital“, yang merupakan bagian dari program nasional webinar literasi digital besutan Kementerian Kominfo dan Debindo dalam bingkai kepentingan mewujudkan Indonesia yang Makin Cakap Digital.
Selain mereka berdua, webinar yang dimoderatori Dhimas Satria ini juga menghadirkan narasumber lain: Imam Wicaksono (CEO Sempulur Craft) dan Murniandhani Ayusari (content writer dari Jaring Pasar Nusantara) serta Niya Kurniawan, blogger dan founder @nityfluent sebagai key opinion leader.
Dalam bisnis online, masih menurut Sani Widiowati, kini tak cukup lagi sebutan 'pembeli adalah raja'. Kita (penjual) mesti benar-benar menjadi abdi yang, dalam bahasa Jawa, harus selalu bersikap sendiko dhawuh, siap menuruti apa maunya pembeli.
"Saya menempatkan pelanggan dengan keluhan komplainnya sebagai konsumen VIP (very important person), yang saat menyampaikan keluhan mesti kita dengarkan total, jangan dipotong. Sebab, 97 persen problem keluhan pelanggan teratasi dengan cermat mendengarkan keluhan, baru kita identifikasi. Dan, jangan lupa, minta maaf dulu sebelum menjawab dan memberikan solusi buat pelanggan. Minta maaf akan bikin pelanggan berempati dan meredam emosi, sehingga lebih mudah kita diskusikan untuk cari solusi agar pelanggan puas dan tentu diharap lebih mudah pesan lagi," rinci Sani.
Keterampilan lain yang penting dalam menjaga survivenya bisnis online adalah menulis. Karena, menulis dengan jawaban tepat, khususnya lewat chat message baik lewat WA atau email, butuh keterampilan khusus. Inilah keterampilan menulis jawaban yang tidak hanya mampu meredam emosi pelanggan, tapi juga menjaga hati dan memikat untuk terus membeli.
“Butuh latihan dan kecakapan khusus, karena menulis dalam bisnis merupakan kunci terus terjaganya relasi dengan pelanggan atau buyer. Apalagi di era digital, tulisan kita betul-betul mewakili diri kita secara fisik, citra diri maupun performa perusahaan. Makanya, keterampilan menulis dalam bisnis amatlah penting," pesan urgen Imam Wicaksono, CEO Sempulur Craft, memungkasi diskusi. (*)
Post a Comment