Konten yang Menyimpang, Dampak dari Rendahnya Pemahaman Atas Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
Tegal – Indonesia adalah negara yang multikulturalis, majemuk, dan sekaligus menganut sistem demokrasi Pancasila. Untuk itu, semua jenis konten media digital yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan yang mengancam perpecahan bangsa harus dekenai sanksi dan tindakan tegas.
Meski aparat yang berwenang telah banyak memberikan sanksi dan tindakan tegas, namun kasus penyimpangan nilai-nilai Pancasila di ruang digital hingga kini tak kunjung mereda. Hal itu seperti dilansir oleh YLBHI yang mencatat, sepanjang 2020 lalu terdapat 67 kasus penodaan agama dan 43 di antaranya terjadi di media sosial.
”Untuk menjaga dan mempertahankan keamanan ruang digital, sejak 2017 hingga kini Kominfo juga telah memblokir 22.330 konten radikal,” ujar dosen FEB Universitas Ngurah Rai Denpasar I Wayan Meryawan saat menjadi narasumber di webinar literasi digital bertajuk ”Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (23/8/2021).
Wayan mengatakan, komitmen Kominfo untuk menindak tegas konten-konten bermuatan radikalisme dan terorisme secara konsisten akan terus dilakukan. Bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Polri, Kominfo akan terus memantau penyebaran konten yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila di ruang digital.
Merebaknya konten yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, lanjut Wayan, merupakan dampak dari rendahnya pemahaman atas nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Akibatnya, mereka juga tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau terprovokasi yang mengarah pada segregasi (perpecahan dan polarisasi) di ruang digital.
”Dampak lainnya, yakni tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi, dan malinformasi,” jelas Wayan kepada lebih dari 300 partisipan webinar.
Wayan menambahkan, cara menjadi masyarakat Pancasilais di ruang digital ialah dengan selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila, berpikir kritis, meminimalisir unfollow/unfriend dan block untuk menghindari echo chamber dan filter bubble, maupun meningkatkan gotong royong, kolaborasi kampanye serta literasi digital.
”Mari internalisasi nilai Pancasila di ruang digital dengan mengedepankan etika: produksi konten, distribusi konten, partisipasi aktif dalam aktivitas digital, dan kolaborasi aktif dalam komunitas digital dengan berlandaskan Pancasila,” ajak Wayan, mengakhiri paparannya.
Narasumber lain dalam webinar ini, dosen Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta Fauzan menyatakan, masyarakat Pancasila di ruang digital selain mampu memahami, memproduksi, dan mendistribusikan nilai-nilai Pancasila, juga harus berpartisipasi dan berkolaborasi menumbuhkembangkan nilai Pancasila di ruang digital.
”Nilai-nilai Pancasila yang harus dikembangkan di ruang digital, yakni cinta kasih, kesetaraan, harmoni, demokratis, dan gotong-royong bersama-sama membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna,” tutur Fauzan.
Webinar yang dipandu oleh moderator Zacky Ahmad itu, juga menampilkan narasumber Mohammad Adnan (CEO Viewture Creative Solution), Ahmad Mu’am (dosen bahasa Inggris Vokasi UGM), dan kreator konten Melvya Farda selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment