Kegairahan Baru, Mendalami Agama di Dunia Maya
JEPARA - Masyarakat diberikan kemudahan dalam mengakses berbagai informasi di era digital saat ini. Hanya dengan sentuhan jari melalui ponsel pintarnya, informasi yang dikehendaki dapat diakses dengan cepat.
Kondisi ini pun mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat dalam menyikapi informasi. Banyaknya informasi yang bertebaran di dunia maya terlebih di media sosial mengakibatkan sebagian masyarakat semakin tidak selektif dalam menerima informasi.
Tak terkecuali dalam menerima dan memahami informasi terkait permasalahan agama. Pengawas Madrasah Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi mengatakan, dalam mendalami agama di dunia maya, generasi gen z dan alpha lebih cepat menyerap nilai-nilai dan pelajaran dari dunia global. Mereka 10 kali lebih cepat belajar digital dibanding generasi milenial.
Menurutnya, media online mempermudah belajar apa pun termasuk belajar agama. Dunia maya dengan sejumlah aktivitasnya, pada titik tertentu dianggap dapat menggantikan dunia nyata, sehingga makna substansial ajaran agama mengalami ancaman serius.
“Kendati demikian, semua fenomena ini tetap dapat dipandang sebagai kegairahan baru bagi agama pada masa depan,” kata Amhal dalam webinar literasi digital dengan tema ”Dalami Agama di Dunia Maya”, yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (4/8/2021).
Amhal mengatakan, dalam mendalami agama melalui dunia maya pastinya memiliki sisi positif dan negatif. Untuk sisi positif, sumber belajar agama memiliki banyak variasi seperti literatur akademik, video ceramah, essay, blog, dan lainnya.
“Sedangkan sisi negatif, tidak semua sumber dan konten otoritatif, serta tidak semua konten sesuai dengan kaidah keilmuan agama,” ucapnya.
Setiap mereka yang belajar agama di dunia maya pun harus selektif ketika mencari materi yang diinginkan. Untuk itu, Amhal menyarankan saat membaca materi, harus bertanya pada diri sendiri apakah informasi yang diterima tersebut benar dan valid, kemudian kualitas informasi dapat dipertanggungjawabkan atau butuh keterangan lebih dari ahli.
“Dan, tanyakan pada diri sendiri, apakah informasi tersebut menimbulkan dampak negatif dan berpengaruh pada jejak digital,” ujarnya.
Bagi Amhal, dunia maya hanya alat, jika digunakan untuk hal negatif hanya akan memberikan mudharat. Sedangkan ketika digunakan untuk hal positif tentu akan manfaat.
Ia juga menyampaikan, perlu adanya etika dalam bermedia digital agar aktivitas bermedsos lebih nyaman dan menyenangkan. “Etika di dunia maya harus sama dengan di dunia nyata. yakni bijak dalam penggunaan kata, memakai bahasa yang baik dan positif serta teliti dulu sebelum share,” paparnya.
Sementara itu, narasumber lainnya yakni Kepala MAN 4 Kebumen, Muhammad Siswanto mengatakan, setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan menyebarkan permusuhan.
Kemudian melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antar golongan. Di samping itu juga dilarang menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
“Lalu, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i, serta menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan atau waktunya,” ujar Siswanto di depan ratusan partisipan webinar.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Rara Tanjung itu juga menghadirkan narasumber Pemred agendaindonesia.com Prasidono Listiaji, Direktur Afaada Temanggung Ahmad Lutfi, dan komedian Dibyo Primus selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment