Jangan Cuma Main, Mari Ngantor dan Cari Cuan di Medsos
BANYUMAS: Bagi pengusaha dan calon pengusaha Indonesia, peta dan peluang bisnis serta cara menangkap peluangnya mesti diubah total dengan hadirnya ujian pandemi Covid-19 sejak 17 bulan lalu. Yang menggembirakan, mereka sudah menyadari hal itu.
“Indonesia masuk 10 besar negara di dunia yang warganya optimistis dengan potensi digital. Sebanyak 71 dari 100 orang Indonesia punya optimisme itu. Hal itu sekaligus menjadi gambaran betapa besarnya potensi bisnis yang bisa dimanfaatkan lewat dunia digital," begitu picu diskusi yang dilontar brandpreneur Edy S.R saat tampil menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Memahami Aturan Bertransaksi di Dunia Digital", yang digelar untuk warga Kabupaten Banyumas, 25 Juni lalu.
Optimisme itu juga ditunjang fakta, lanjut Edy, di mana durasi warganet Indonesia mengakses internet dalam sehari sudah setara dengan jam kerja kantoran, yakni 7,59 jam perhari. "Mestinya ini mengubah mindset para warganet untuk menjadikan main di internet sebagai ngantor dan cari 'cuan' alias duit lewat internet, agar aktivitas digitalnya bisa diuangkan," papar Edy dalam serial webinar Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) itu.
Dipandu presenter Denys Septiana selaku moderator, selain Edy SR juga hadir narasumber lain: Risqika Alya Anwar (konsultan digital safety dari Kaizen Room), Telly Natalia (jurnalis dan penulis), Abbas Firdaus Basuni (director dari Joglo Property) dan Adinda Daffy, entertainer yang tampil sebagai key opinion leader.
Edy menambahkan, potensi memanfaatkan jagat internet untuk bisnis semakin besar, terlebih karena populasi kaum muda yang mencapai 58,81 persen. Inilah gabungan kaum milenial dan generasi alfa yang umumnya lahir dari tahun 1981 s.d 1996 dan kini usianya 24 s.d. 39 tahun.
"Mereka punya kemampuan paling luwes dalam bidang skill digital. Mereka juga pendongkrak ekonomi yang lesu di Indonesia dengan aksi belanja online mereka. Mereka lebih paham transaksinya dan menghidupkan transaksi bisnis dunia online," ungkap Edy.
Cuma, sekalipun peluang dan cuan di bisnis online kita sangat besar, tetapi ancaman kejahatan di dunia transaksi digital juga tak kalah gede. Meski ketentuan yang mengatur bertransaksi digital di UU ITE cukup jelas, tapi catatan beberapa lembaga menunjukkan: Indonesia tiga tahun terakhir ini masih juga jadi sasaran kejahatan digital dengan korban mengalami kerugian ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Mengutip kompas.com, Abbas Firdaus Basuni mengatakan, kerugian penipuan investasi ilegal di antaranya termasuk penawaran investasi secara online dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp 114,9 triliun. Tidak hanya penipuan investasi, kejahatan online melalui medsos dalam beragam bentuk juga makin meningkat. Menurut catatan polisicyber.id (2020), dari Januari 2019 s.d Januari 2020 saja mencapai 1.617 kasus dengan total kerugian Rp 49,92 miliar.
"Masih menurut catatan kompas.com, korban penipuan Grab Toko di tahun 2021 mencapai 980 orang dengan nilai kerugian Rp 17 miliar,” papar Abbas Firdaus, berbagi info untuk saling berhati-hati.
Cuma, mengapa masyarakat masih mudah terkecoh penipuan online dan investasi online yang bodong?
“Memang, selain masih rendahnya literasi kecakapan digital dan praktik investasi keuangan yang masih rendah, juga ditambah masyarakat yang mudah tergiur janji untung besar tanpa repot kelola bisnis yang ribet, serta testamen yang bisa direkayasa dari mereka yang sudah gabung tanpa menimbang aspek keamanan transaksi digitalnya,“ jelas Abbas, prihatin.
Dalam pandangan konsultan digital safety Rizqika Alya Anwar, nafsu pengin untung besar tanpa berhitung keamanan transaksi dan berhitung karena emosi sesaat, mestinya bisa dicegah kalau si korban bisa membentengi dengan sikap mindfull communication. Yakni, mengedepankan etika komunikasi dengan pihak lain di dunia digital yang penuh perhatian dan menetapkan niat positif dan welas asih, bahkan mengedepankan nilai Pancasila dan kedepankan keragaman, juga toleransi pada sesama.
"Kalau itu dipraktikkan, nalar dan emosi dikendalikan dalam berkomunikasi dan bertransaksi dengan orang lain, apalagi yang baru dikenal di dunia digital, maka korban aksi penipuan bisa dihindari,“ ujar Risqika, yakin. (*)
Post a Comment