Jaga Pancasila, Agar Tak Larut dalam Pergantian Zaman di Era Digital
KLATEN: Globalisasi yang melahirkan era digital memungkinkan ideologi-ideologi asing masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat pun dikhawatirkan mulai lupa sila-sila Pancasila, karena tak pernah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Para pengguna digital sekaligus sebagai warga negara Indonesia pun memiliki kewajiban untuk menjaga Pancasila agar tidak hanyut dalam pergantian zaman di era digital ini. Untuk itu, penanaman nilai-nilai Pancasila pada semua lapisan masyarakat, khususnya generasi milenial sangat penting dilakukan.
Staf Pengajar Sosiologi Fisip UNS, Akhmad Ramdhon mengatakan, budaya digital semestinya diletakkan dalam konteks kebudayaan masyarakat saat ini. Yakni, dilandaskan pada identitas kebangsaan: Pancasila, kebinekaan, toleransi, keberagaman, kerukunan dan keadilan.
“Budaya digital semestinya menjadi bagian dari upaya melestarikan kebudayaan lokal dengan semua bentuk kearifan lokal, keberagaman identitas, promosi seni budaya, hingga merawat perbedaan,” kata Ramdhon dalam webinar literasi digital dengan tema ”Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”, yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Kamis (5/8/2021).
Menurut Ramdhon, budaya digital juga mengharuskan kemampuan untuk belajar hak-hak digital, termasuk bagi anak, kalangan perempuan maupun individu yang mempunyai keterbatasan atau inklusi.
“Budaya digital juga menuntut sikap positif untuk cerdas berekspresi mengelola data dan informasi publik dan privat maupun berpartisipasi dalam promosi hal-hal positif,” ucapnya.
Narasumber lain, yakni Direktur Buku Langgar, Abdul Rohman mengatakan, tanpa kecakapan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak bangsa dan karakter manusia.
Untuk itu, nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan kepada masyarakat pengguna digital. Ia mencontohkan pada sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung keberagaman yang menjunjung tinggi sikap saling menghargai, menghormati, merasakan, dan melindungi satu sama lain.
Lalu sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengandung sikap adil kepada diri sendiri dan kepada orang lain, merupakan kunci untuk saling menghargai, menghormati, dan merasakan perasaan orang lain.
Sementara pada sila ketiga, Persatuan Indonesia, bermakna agar dalam bermedia sosial harus senantiasa mendorong dan mengarahkan para penggunanya kepada sikap persatuan antara manusia Indonesia.
Lanjut sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yakni bagi setiap pemeluk agama dan kebijaksanaan adalah pandu utama dalam berdialog antarwarga digital.
”Orientasinya bukan lagi benar dan salah, baik dan buruk. Namun kesepakatan dalam perbedaan menjadi tujuannya,” ucap Abdul Rohman.
Terakhir, sila kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bisa menjadi panduan bersikap: sejak berdirinya negara ini, budaya asli Nusantara adalah budaya gotong royong untuk mencapai keadilan sosial.
”Artinya, memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi segenap tumpah darah Indonesia untuk bisa berekspresi di ruang digital tanpa ada paksaan dan gangguan sedikit pun. Sesuai nilai-nilai Pancasila,” papar Abdul Rohman di depan ratusan peserta webinar.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Dannys Citra itu juga menghadirkan Diasma Sandi Swandaru (Pusat Studi Pancasila UGM), Diana Belinda (Enterpreneur sekaligus Digital Trainer & Graphologist), dan influencer Mellynda Alvinia sebagai key opinion leader. (*)
Post a Comment