Berkreasi dan Berbudaya di Tengah Disrupsi Digital
Jepara - Pandemi Covid-19 memang menyempitkan langkah mobilitas sosial. Namun teknologi digital memungkinkan interaksi sosial tetap bisa dilakukan dengan menggunakan ruang virtual. Digitalisasi kemudian mengubah tatanan perilaku masyarakat, hingga akhirnya masyarakat menjadi terbiasa memanfaatkan teknologi untuk melakukan berbagai aktivitas. Nah, bagaimana bisa tetap kreatif dan produktif di ruang tanpa batas tersebut?
Pertanyaan tersebut terjawab dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (11/8/2021). Diskusi virtual ini merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada Mei 2021. Dengan menanamkan literasi digital culture, digital skill, digital ethics, dan digital safety, masyarakat diharapkan mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Content writer Zulfan Arif mengawali pemaparannya dengan mengajak peserta diskusi kembali menyadari bahwa ruang digital merupakan realitas baru yang seharusnya tidak mengubah seseorang menjadi berbeda dari realitas dunia nyata. Artinya, ada hal-hal dari dunia nyata yang tidak bisa ditinggalkan ketika memasuki ruang digital, salah satunya adalah etika.
Disrupsi digital menggeser aktivitas di dunia nyata ke dunia digital, sayangnya kurangnya literasi digital membuat warga digital merasa bebas dan melupakan esensi dari interaksi sosial yang sebenarnya. Itu sebabnya, literasi digital diperlukan agar aktivitas di ruang digital bisa tetap nyaman dan berada di arus positif.
Sebenarnya, di ruang digital warganet bisa melakukan berbagai aktivitas positif yang dapat menambah wawasan, belajar skill baru dari rumah. Meningkatkan self improvement, membangun jejaring, mencari pekerjaan yang bisa dikerjakan secara remote dan online, juga membuat konten-konten positif yang bermanfaat.
"Buatlah konten yang inspiratif seperti kata mutiara, konten edukatif dengan membuat tutorial atau tips and trick, menulis opini. Membuat konten informatif tentang peristiwa terkini atau membagikan link bacaan. Bisa juga membagikan konten menghibur dalam bentuk meme, komik, atau tebakan. Konten-konten positif ini akan sangat berguna dan bermanfaat, khususnya di kondisi pandemi yang menuntut kita untuk selalu menjaga imunitas," ujar Zulfan.
Lantas, bagaimana bisa menjadi warga digital yang kreatif dan produktif di tengah keterbatasan mobilitas sosial? Pengguna media sosial harus proaktif dan aktif menemukan berbagai peluang dan kesempatan di ruang digital. Menggali informasi dan ilmu untuk diterapkan di dunia nyata, serta membangun koneksi atau jejaring untuk memperluas lingkaran interaksi. Membangun koneksi akan sangat berguna ketika kita berada di lingkup bisnis karena bisa menjadi ladang untuk promosi.
"Selain proaktif, era transformasi menuntut masyarakat mampu berpikiran terbuka. Menerima perkembangan dan beradaptasi di tengah perubahan yang dinamis. Dan kunci paling penting untuk bisa kreatif dan produktif adalah melakukan aksi nyata. Memulai perubahan dari diri sendiri, tidak hanya berhenti sebagai wacana. Tanpa aksi dari diri kita, maka tidak akan ada yang namanya produktif, ketika memiliki ide ya harus dieksekusi," imbuhnya.
Ada satu hal yang tidak boleh dilupakan saat beraktivitas di ruang digital, yakni selalu menerapkan etika. Sebab ruang digital yang tanpa batas menciptakan globalisasi yang di dalamnya terdapat berbagai ragam individu dengan budaya dan latar belakang berbeda. Etika menjadi sarana yang menyatukan warga digital dalam satu ruang dalam kondisi yang baik dan nyaman.
"Bagi pengguna media digital maupun kreator, empat prinsip etika bermedia digital penting diterapkan. Saat bermedia harus memiliki kesadaran utuh, apa yang akan dilakukan ketika di ruang digital itu harus ditentukan. Memiliki integritas, jujur dan tidak melanggar hak-hak orang lain. Mengunggah dan menyebar konten yang memiliki nilai kebajikan, kebaikan dan manfaat kemanusiaan. Selanjutnya adalah memiliki tanggung jawab, apa yang kita lakukan di ruang digital selalu ada risikonya dan selalu meninggalkan jejak digital."
Zulfan mengutip peribahasa Jawa, "ajining diri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono" yang artinya kehormatan diri itu terletak pada ucapan dan kehormatan raga terlihat dari penampilannya. Di dalam ruang digital apa yang dituliskan dan apa yang dipublikasikan menjadi gambaran siapa diri kita.
Diskusi dilanjutkan oleh staf BPIP Ahmad Uzair. Ia menyampaikan, transformasi digital mengubah produktivitas dan kreativitas masyarakat karena semuanya telah bergeser. Tantangan budaya baru ini, menurut Uzair, harus tetap sejalan dengan norma sosial, budaya dan keadaban.
Media sosial menjadi kebutuhan yang sangat lekat dalam kehidupan selama pandemi. Internet dan media sosial memiliki karakter yang bebas, tidak ada aturan, spontan atau real time, juga tidak ada sensor. Di sini yang menjadi tantangan adalah bagaimana pengguna internet dapat menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.
"Ruang digital telah mengaburkan batas ruang privat dan ruang publik. Ketika mengunggah konten di media sosial itu mustahil menjadi hal yang privat, justru ia menjadi milik publik yang bisa dibagikan kembali dan diberikan komentar. Karena itu setiap warganet memiliki tanggung jawab untuk melindungi kebebasan yang diperoleh dari bukan hanya dengan mengukur perilaku kita akan berdampak pada orang lain, tetapi juga bagaimana kita perlu mendorong, mengedukasi, mendukung dan memberdayakan orang-orang yang menjadi mitra komunitas online kita," jelas Uzair.
Bermedia digital harus mampu menumbuhkan budaya baik dan tidak melakukan perilaku yang tidak beradab. Perilaku negatif itu di antaranya membuat dan menyebar hoaks, melakukan perundungan, menebar ujaran kebencian, memancing kemarahan, dan melecehkan individu atau kelompok, serta tidak menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kekacauan seperti misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.
"Literasi digital itu tidak hanya cakap mengoperasikan perangkat digital dan aplikasinya tetapi juga bagaimana menggunakannya dengan penuh tanggung jawab, cakap dalam proses mediasi secara produktif. Menciptakan keseimbangan dengan membudayakan 'mendengar dan membaca' konten dengan tidak menelan secara mentah-mentah tetapi ditelaah. Jadi kita harus melek media," tutupnya.
Kegiatan diskusi virtual yang dipandu oleh presenter Rara Tanjung juga diisi oleh pemateri entrepreneur Diana Belinda dan Imam Wicaksono. Juga hadir sebagai key opinion leader, seniman Dibyo Primus yang membagikan insight-nya seputar literasi digital. (*)
Post a Comment