Banyak Cara Melawan Ujaran Kebencian di Jagat Maya
Banyumas – Ujaran kebencian (hate speech) bisa berarti tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain. Ujaran kebencian biasanya menyangkut aspek ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.
Sedangkan dari aspek hukum, ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka, entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.
Ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong.
Pidana terhadap ujaran kebencian dilakukan karena tindakan itu bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Direktur Penerbit Buku Mojok, Aditia Purnomo mengatakan, ada berbagai cara untuk melawan ujaran kebencian ini, seperti dengan menghargai pendapat orang lain dan tidak melakukan cyberbullying.
”Filter akun-akun yang dirasa berbahaya dan pahami literasi digital,” ujar Aditia dalam webinar literasi digital dengan tema ”Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya”, yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (4/8/2021).
Hal yang tidak kalah penting, ketika berselancar di dunia maya juga harus dipahami mengenai digital safety atau jika diterjemahkan secara harfiah dapat diartikan sebagai keselamatan digital. Aditia memaparkan, digital safety adalah tindak lanjut dari digital security.
”Jika digital security lebih banyak bicara tentang bagaimana cara kita mengamankan akun digital, maka digital safety berbicara tentang bagaimana perilaku digital yang baik agar terhindar dari ancaman siber,” ucapnya.
Menurut Aditia, ada beberapa cara agar pengguna akun digital bisa melakukan digital safety, yakni tidak memberikan password atau pin kepada orang lain, juga menghindari penggunaan free wifi. “Selalu melakukan logout setelah menggunakan akun digital, dan mengaktifkan pengaturan dua kali langkah pengamanan,” ucapnya.
Sementara itu, narasumber lainnya Kepala MTS Negeri Kabupaten Semarang Hidayatun memaparkan mengenai era teknologi internet.
Menurutnya, internet menjadi tempat interaktif mencari, mendapatkan, menyimpan, memproses, membuat dan sekaligus mempublikasikan informasi.
“Internet seolah menjadi kekuatan media massa modern, yang memiliki kebebasan akses, membangun konsep interaktif, fleksibilitas dan desentralisasi menjadi pilar-pilar utama,” ujarnya.
Internet juga meretas dimensi keberagaman heterogenitas masyarakat yang multikultur. “Siapa pun bisa secara bebas memproduksi, menyebarkan dan mengakses informasi,” ucapnya.
Menurut Hidayatun, dalam berinternet atau berselancar di dunia maya harus ditanamkan etika digital. Yakni, kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital.
“Etika digital ditanamkan dengan pembiasaan, permodelan, instruksi, dan hukum, pelibatan dalam kegiatan terus menerus,” kata dia.
Dalam webinar yang diikuti oleh tak kurang dari 230 peserta tersebut, hadir pula narasumber lain: Septa Dinata, seorang researcher Paramadina Public Policy, dan Sosiolog Fisilpol UGM Arie Sujito.
Selain itu, hadir pula TV host & musisi Firman Putra Suaka selaku key opinion leader dalam webinar yang dimoderatori oleh presenter Vania Martadinata. (*)
Post a Comment