Awas, Perangkat Teknologi Digital Bisa Disandera
TEMANGGUNG : Selalu ada ancaman di balik kemudahan teknologi digital yang berpotensi membahayakan para penggunanya jika tak cepat-cepat disadari dan diantisipasi.
"Ancaman yang nyata, perangkat teknologi digitalmu bisa disandera pihak lain," kata Founder ISTAR Digital Marketing Center Isharsono saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Transformasi Digital: Musibah atau Anugerah" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (25/8/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Isharsono mengatakan penyanderaan perangkat digital dimungkinkan dengan adanya teknologi crypto ransomware. Di mana cybercriminals dapat menyandera file, foto, dan media digital korban lalu meminta tebusan jika ingin file-file penting itu aman tak disebarluaskan.
Biasanya, saat serangan ransomware ini berhasil dilancarkan, kita akan kaget karena seluruh file di laptop, komputer, dan perangkat media digital terkunci mendadak tak bisa diakses. Butuh aplikasi tertentu dan password khusus agar bisa mengaksesnya lagi. Dan kita akan ditagih mentransfer sejumlah uang kalau mau mendapatkan password khusus itu.
"Perangkat pintar dan wearebles kita menyimpan banyak informasi pribadi yang dapat menciptakan peluang baru untuk serangan ransomware," kata Isharsono.
Ancaman lain, lanjut Isharsono, ketika kita memiliki akun email atau akun media yang dibajak, sehingga menyebabkan serangan terus berlanjut pada orang-orang di sekitar kita. Bisa jadi pada teman, pacar atau keluarga hingga teman kerja dan nongkrong.
"Cybercriminals menggunakan email atau akun media sosial curian untuk kemudian di spear-phist atau dengan kata lain untuk memancing korban berikutnya. Karena kita punya kebiasaan meng-klik sesuatu yang diposting teman atau kenalan dekat," tegas Isharsono.
Isharsono juga membeberkan bahwa para pengguna digital seringkali rentan secara online. Sebanyak 22 persen orang memberitahukan password email, media sosial dan akun perbankan kepada orang lain.
"Satu dari tiga orang secara globally, justru malah tidak menggunakan password untuk smartphone dan komputer. Terlebih pada perangkat umum yang kurang umum digunakan, seperti perangkat rumah yang terhubung cenderung lebih tidak terlindungi," urai Isharsono.
Padahal, dengan Internet of Things, banyak sekali perangkat yang bisa terhubung sehingga pengamanan seluruh perangkat kita menjadi penting.
Isharsono juga mengungkapkan penjahat dunia maya kini makin terlatih, sehingga aksi-aksinya menjadi cukup canggih dan tak gampang dihindari. Terlebih saat ini, kata Isharsono, tiga dan enam perusahaan besar menjadi target serangan cyber. "Saat ini 8 dari 10 orang juga menjadi sasaran penipuan secara acak," tegasnya.
Untuk menghindari ancaman-ancaman itu, Isharsono menyarankan pengguna tak sembarang meng-klik link mencurigakan dalam email atau media sosial, terutama jika sumbernya tak diketahui. Penipu tahu bahwa orang cenderung lebih percaya mengklik link jika yang membagikan temannya. "Sehingga, modusnya mereka membajak atau mencuri akun lalu mengirimkannya memakai akun curiannya itu untuk memeras," imbuhnya.
Sementara itu, narasumber lain dalam webinar itu, peneliti dan antropolog M. Nur Arifin mengatakan, budaya digital adalah sebuah keniscayaan. Saat ini manusia sedang berada dalam era kelimpahan informasi dan komunikasi.
"Namun jangan sampai gagal membedakan fake news dan fact news di tengah melimpahnya informasi itu," kata Arifin. Ia mengatakan di tengah pesona media sosial yang memang menggiurkan dengan segala kelebihannya, kita perlu untuk terlebih dahulu mengolah informasi tersebut secara seksama.
Arifin menegaskan, langkah terbaik untuk mencegah diri agar tak larut, tak mudah percaya atau menyebarkan fake news adalah dengan berhenti sejenak dan membacanya secara seksama lalu memastikan bahwa isi dari konten tersebut merupakan berita faktual.
Dimoderatori Fikri Hadil, webinar ini juga menghadirkan narasumber lain yakni: konsultan media Prasidono Listiaji, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, Ahmad Mudzir, serta Dinda Lourensia selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment