AI, Bukan Ambil Alih, tapi Permudah Pekerjaan Kita
SUKOHARJO: Salah satu topik terbaru terkait kemajuan transformasi teknologi digital dalam membantu pekerjaan manusia adalah hadirnya AI (Artificial Intelegence) atau kecerdasan buatan. ”AI sebenarnya merupakan simulasi kecerdasan manusia yang dimodelkan ke dalam mesin agar bisa berpikir seperti manusia, bisa menggunakan input data, dan informasi dari big data yang kemudian diproses dalam algoritma," jelas Ragil Triatmojo, seorang blogger dan SEO specialist, dalam webinar literasi digital untuk masyarakat Kab. Sukoharjo, 25 Juni lalu.
Lantas, apa manfaat AI? Tanpa kita sadari, aplikasi AI sudah sering kita pakai dalam membantu kehidupan lewat ponsel pintar yang kita punya .Di bidang navigasi, dengan google map, kita dibantu mencari dan memilih jalur jalan terlancar dan lebih cepat. Di bidang hiburan, membantu memilihkan tren musik terbaru secara cepat seperti aplikasi Replay Mix atau Super Mix. Juga, bisa menjadi asisten virtual kita seperti google assistant yang membantu mencatatkan banyak keperluan lewat WA, lewat vitur-vitur perintah yang mudah dan cepat membantu keperluan pekerjaan kita.
Tak cukup itu. Kata Ragil, manfaat lebih jauh AI sebenarnya sudah makin terasa lewat aplikasi pelayanan publik yang sering kita temui. “Di Taspen, bukan hanya absen sidik jari buat karyawan yang telah memakai aplikasi AI, tapi kini para pensiunan juga diterapkan semacam password wajah berbasis foto wajah pensiunan untuk mengambil uang pensiun bulanan. "Ini sangat membantu pencairan dana pensiun bulanan dan hak keuangan lain pensiunan, karena menjadi lebih akurat," terang Ragil.
Beberapa bank saat pembuatan atm, bahkan kini dalam pembuatan rekening, juga makin canggih. Cukup menelepon atau kirim WA untuk input data, lalu kartu atm atau buku tabungan akan dikirim ke rumah kalau sudah jadi. Praktis dan efisien. "Aktivitas customer service juga makin diotomasikan dengan teknologi AI walaupun input data masih dimasukkan oleh CS manusia," jelas Ragil.
Persisnya, Ragil Triatmojo memaparkan topik tersebut saat memantik diskusi dalam webinar yang kali ini mengusung tema “Berkenalan dengan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelegence)”. Kita tahu, webinar ini merupakan bagian dari serial webinar gelaran Kementerian Kominfo RI dan Debindo dalam bingkai program nasional “Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital “.
Dalam webinar yang dihadiri ratusan peserta lintas usia dan lintas profesi ini, Ragil tampil dimoderatori Dwiki Nara dengan ditemani narasumber lain, yakni Eka Y Saputra (web develop specialist), M. Dzaky Riana (founder Instanesia), Jota Eko Hapsoro (CEO Jogjania.com), dan Jevin Julian, winner Ammy Award sebagai key opinion leader.
Untuk bisa digunakan membantu berbagai kemudahan pekerjaan manusia, penggunaan teknologi AI tetap mesti memperhatikan beberapa prinsip atau kode etik yang penting dijaga. Dalam amatan M. Dzaky Riana, pembicara lain, setidaknya ada tiga prinsip etik itu.
Pertama, kita mesti bisa mengawasi mobilitas penggunaan aplikasi AI ini. Kedua, algoritma kecerdasan buatannya harus cukup aman, bisa dikendalikan, dan stabil berkelanjutan. Ketiga, kita punya kontrol penuh pada informasi dan input data yang dimasukkan. "Asal ketiga prinsip etik berteknologi AI itu dipegang, maka kekhawatiran AI bakal jadi ancaman bagi subsitusi pekerjaan konvensional manusia tak perlu dikawatirkan," ujar Dzaky.
Memang, dalam perkembangan, sempat muncul kekhawatiran ancaman itu bakal terjadi. Sebab, semakin banyak saja pekerjaan manusia, bahkan pekerjaan ahli, yang disubsitusi. Digantikan perannya oleh AI, seiring dengan semakin banyaknya, aplikasi seperti google music, google map, atau di Amerika sudah ada aplikasi Deep Fakes (DF),
"Semoga saya tidak dituduh mengajari... Sebab, dengan DF kita bisa menciptakan foto dan membuat video dengan wajah lengkap dan suara asli, seperti pernah geger ada semacam cloning wajah dan suara Obama di Amerika tempo hari " kata Eka Y Saputra.
Eka menambahkan, realitas di atas bisa jadi ancaman kejahatan baru, kalau salah operasi oleh penjahat digital. Sebab, ia bisa memerintahkan apa pun. "Kalau cuma suara, bisa kita tolak. Tapi kalau yang muncul minta ini-itu video 'asli', bakal beda respon kita. Ini ancaman kejahatan dengan AI," ujar Eka Saputra, memberi warning serius.
Tetapi kerisauan itu ditepis oleh Jota Eko Hapsoro. Kata dia, selama AI beroperasi dengan membutuhkan asupan informasi dan data dari kita supaya tetap dan makin canggih beroperasi, maka kita tak perlu khawatir AI bakal jadi saingan pekerjaan kita.
Mestinya, lanjut Jota, justru dengan begitu banyak pekerjaan kita disubstitusi oleh AI, kita punya peluang dan tantangan untuk terus belajar lebih cerdas dan mesti lebih atau makin pintar untuk terus mengisi kecerdasan keterampilan baru untuk di-input ke AI. "Jangan kebalik. AI bukan mengambil alih, tapi justru makin mempermudah kerjaan kita. Jangan khawatir disaingi AI," tegas Jota. (*)
Post a Comment