Agar Terampil, Belajar Online Butuh Literasi dan Budaya Digital
Kudus – Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang sangat pesat dan menyebar ke seluruh sendi kehidupan masyarakat di Indonesia. Dampak dari perkembangan ini terjadi pergeseran pola pikir, pola sikap, dan pola tindak masyarakat dalam akses dan distribusi informasi.
Hal tersebut diungkapkan dosen Hubungan Internasional UPN Yogyakarta, Fauzan dalam webinar literasi digital dengan tema ”Saatnya Peserta Didik dan Guru Terampil Belajar Daring (Online)” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bagi warga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (30/8/2021).
Menurut Fauzan, dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat Indonesia semakin mudah dalam mengakses informasi melalui berbagai platform teknologi digital yang menawarkan inovasi fitur dari media komunikasi yang kian interaktif. ”Era revolusi industri 4.0 telah mengubah daftar kebutuhan primer manusia (sandang, pangan dan papan), yakni: internet,” kata Fauzan.
Dalam perkembangan teknologi informasi dan teknologi ini, perlu diiringi budaya literasi digital bagi masyarakat. Fauzan mengungkapkan, istilah literasi digital dikemukakan pertama kali oleh Paul Gilster (1997) sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber yang diakses melalui piranti komputer.
Literasi digital merupakan ketertarikan, sikap, dan kemampuan individu menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi. Kemudian juga membangun pengetahuan baru, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.
Sementara budaya digital itu sendiri, lanjut Fauzan, sejatinya merupakan hasil olah pikir, kreasi dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet. Budaya digital memiliki korelasi dengan perubahan gaya hidup yang lebih modern, terbuka, bebas, dan dinamis.
”Budaya digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Fauzan di depan 250-an partisipan webinar.
Sedangkan budaya digital dalam pembelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik maupun guru agar bisa terampil dalam melaksanakan belajar secara online, yakni harus bisa beradaptasi dan tidak gaptek atau gagap teknologi. Sehingga, peserta didik maupun guru harus bisa akrab baik dengan perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran secara online.
”Kemudian juga tidak gagap budaya atau gapbud ketika menggunakan platform digital. Guru harus bisa berkreasi dan berinovasi dalam menjalankan pembelajaran secara online dengan peserta didiknya,” kata dia.
Narasumber lain dalam webinar, dosen Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Muhammad Arwani menambahkan, literasi digital yang dimiliki sama dengan menjawab siapa diri sendiri. Menurut Arwani, dalam menggunakan teknologi atau berinteraksi di ruang digital, perlu adanya kontrol diri. Yakni adanya kesadaran, pengetahuan dan skill dalam menggunakan alat dan fasilitas digital.
Selanjutnya, menemukan informasi digital, menyaring informasi, dan mempublikasikan sesuai norma hukum, moral, agama serta kesopanan sosial. Terkait hal itu, Arwani lebih menekankan pada cakap atau etis dalam menggunakan media sosial. Seperti memahami motivasi bermedia sosial, kemudian memahami alur audiens warganet.
”Ciptakan interaksi yang positif dan pahami dampak positif dan negatifnya. Selain itu, perlu juga memegang teguh etika bermedia sosial seperti komentar dengan positif pada konten atau suatu postingan, memancing diskusi yang positif,” ucapnya.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Agung Prakoso itu, juga menghadirkan narasumber Nanik Lestari (peneliti MAP UGM), Ari Ujianto (fasilitator komunitas), dan kreator konten Asharizky selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment