Transformasi Digital. Tangkap Peluang Rezekinya, Saring Hoaknya
Surakarta - Digitalisasi yang telah merasuk ke semua lini kehidupan memang membuat kita mesti berhati-hati dalam melakukan interaksi sosial, menggunakan berbagai platform melalui gawai atau perangkat digital lainnya.
Pernah ada kejadian menimpa seorang ibu yang punya hobi memposting semua aktivitas hariannya. Ibarat kata: sejak bangun tidur sampai kembali tidur. Mulai jam berapa, ke mana, dan ngapain saja, diposting di salah satu media sosial. Tanpa sepengetahuan si ibu, postingan detail itu dipelajari oleh penculik, yang akhirnya paham betul kapan peluang untuk menculik anak si ibu.
”Ini pelajaran buat kita semua untuk tidak sembarangan memposting kehidupan privat kita di medsos,” cerita Muhamad Taufik, konsultan digital safety dari Kaizen Room saat berbicara dalam webinar bertajuk ”Transformasi Digital, Era Baru Interaksi Sosial” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Surakarta, 23 Juni lalu.
Kepada peserta webinar, Taufik mengingatkan, era baru interaksi sosial dengan media sosial yang serba digital, tanpa mengenal batas waktu dan batas wilayah, jelas memerlukan perubahan perilaku kita, penggunanya.
”Bagi teman-teman UMKM, transformasi digital mestinya bisa ditangkap sebagai peluang untuk mengembangkan potensi bisnis dan menambah luas jaringan pembeli produk usahanya. Tangkap peluang rezekinya, jadikan digital jalan rezeki baru. Tapi jangan serap semua informasi, apalagi informasi bohong (hoaks) tanpa disaring dan cek lebih dulu. Kalau yakin semua bisa dikontrol, transformasi digital niscaya bakal menguntungkan kita,” ujar Taufik.
Hal senada disampaikan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, ketika membuka diskusi virtual yang diikuti ratusan warganya itu. ”Semoga dengan ikut webinar ini, khususnya teman-teman pelaku UMKM, jadi lebih pinter menangkap peluang dan link bisnis. Juga, berketerampilan digital yang lebih mumpuni, sehingga menjadi SDM digital yang tangkas, baik yang UMKM lama maupun kaum milenial yang mau merintis usaha. Jadikan Solo sebagai kota yang makin cakap digital pengusahanya,” harap Gibran.
Antusiasme warga Surakarta, yang ditandai dengan kehadiran peserta webinar hingga ratusan orang, tak lepas dari daya tarik teman dan narasumbernya. Selain Taufiq, webinar yang dipandu moderator Dwiki Nara juga menghadirkan narasumber lain: Imadudin Idrisobir (digital practicer), Heru Prasetyo (manajer media Seknas Gusdurian Yogyakarta), Ahmad Sururi (dosen Universitas Serang Raya), dan Renaldi yang tampil sebagai key opinion leader.
Aspek lain dalam dunia digital yang juga perlu dipahami netizen saat berinteraksi sosial adalah memahami tata krama. Mengutip Heru Prasetyo dari Jaringan Gusdurian, belum lama pihaknya melakukan riset soal ujaran kebencian di dunia digital. Hasilnya, di Indonesia ternyata banyak sekali akun fiktif yang digunakan untuk melakukan berbagai tindakan negatif.
Mulai dari menyebar ujaran kebencian, menghujat ajaran dan perilaku politik, menghasut untuk saling benci antaragama dan antarsuku demi target politik tertentu. ”Ini sudah pada taraf berlebihan. Bisa direm kalau netizen biasa men-tabayyun segala informasi yang didapat. Jangan asal share tanpa tabayyun kebenaran infonya dulu,” urai Heru.
Untuk menyaring informasi bukan kategori hoaks, menurut Heru, setidaknya perlu memahami tiga poin. Pertama, misinformasi, yakni info yang salah dan tidak benar, tapi tidak sengaja dibuat. Kedua, disinformasi, informasi yang salah tapi sengaja dibuat untuk mengacaukan situasi sosial. Lebih parahnya, kalau sudah pada tahap malinformasi, yakni informasi salah yang sengaja dibuat dengan tujuan tertentu. Ini kerap terjadi di masa pilkada atau pileg.
”Kalau ketiga hal itu dipahami perbedaannya, maka masyarakat tidak akan mudah mencerna segala info yang muncul disebar di medsos. Biasakan tabayyun dan cek ulang agar kita selalu selamet dan tidak mengundang masalah saat berinteraksi di dunia digital,” ujar Heru, mewanti-wanti. (*)
Post a Comment