Sama, Penegakan dan Sanksi Hukum di Jagat Digital dan Dunia Nyata
TEGAL: Ada persepsi yang keliru dipraktikkan para netizen saat berinteraksi lewat beragam media sosial secara online. Seolah-olah, perilaku para netizen menyebar kebencian dan hoaks tanpa recheck di dunia digital, lalu memunculkan masalah hukum dan diminta maaf atau bahkan mengantar ke penjara, itu hukumnya berbeda antara dunia maya dan dunia nyata. Salah besar. Penegakan hukumnya sama, penjaranya juga sama.
Ini yang mesti dipahami bersama oleh para pengguna internet agar tidak terjadi dan kita alami. Karena itu, memahami tata krama hukum dunia digital sama pentingnya untuk dikuasai oleh netizen Tanah Air, agar kita menjadi masyarakat digital yang paham dan taat hukum. Bukankah hukum dibuat untuk mengayomi dan melindungi masyarakat?
”Kasus seperti terjadi tempo hari, ada Youtuber Indonesia yang ditangkap di Arab Saudi karena diduga menjadikan konten Youtube untuk menggalang dana ilegal, semoga tidak terulang lagi,” seru Sandy Nayoan, lawyer dan dosen Universitas Guna Darma Jakarta, saat tampil dalam webinar literasi digital gelaran Kementerian Kominfo untuk wilayah Kabupaten Tegal, 23 Juni lalu.
Sandy tampil dalam webinar bertajuk ”Menjadi Masyarakat Digital yang Taat Hukum” bersama narasumber lain: Dr. Fauzan (dosen Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta), Syaeroni (dosen Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta), Fathurahman (Pemred Radar Tegal) serta Muhamatta Yaoda selaku key opinion leader, dan dipandu apik oleh moderator Tommy Romahorbo. Diskusi daring tersebut diikuti ratusan peserta lintas profesi dengan penuh antusias, meski cuaca wilayah Tegal hari itu terbilang panas.
”Dengan memahami hukum dan sanksinya, maka seharusnya tidak ada kasus judi online dan beragam kasus penipuan serta wanprestasi dalam transaksi online yang menimpa kita, karena para pelaku netizen Indonesia menjadi lebih taat hukum,” ujar Sandy Nayoan, yang pernah beken sebagai aktris peran di berbagai sinetron televisi era 1990-an itu.
Salah satu cara menjaga nama baik dan tidak mengundang masalah hukum, lanjut Sandy, adalah mari berhati-hati dalam meninggalkan jejak di dunia digital. ”Semakin sering kita meninggalkan komen dan konten negatif di beragam platform, maka akan semakin besar pula peluang kita menjadi sasaran masalah hukum,” kata pemeran Midun dalam sinetron Sengsara Membawa Nikmat itu.
Jangankan di kemudian hari. Saat ini saja, timpal Syaeroni, karier kita sudah ikut ditentukan oleh jejak digital. Pasalnya, banyak perusahaan penyedia lowongan kerja yang menelusuri jejak digital saat hendak menerima calon karyawan. Apakah kita termasuk terhormat dan tidak sembarangan menyebar jejak digital. Atau, apakah komen dan konten kita masuk kategori bagus atau jelek. Itu semua mempengaruhi citra pribadi kita di mata perusahaan penyedia lowongan kerja.
”Karena itu, jaga baik-baik jejak digital kita di segala aplikasi yang pernah kita tinggalkan di dunia digital dengan akun atas nama kita. Kalau salah, akan menjadi ancaman serius pada karier dan nama baik kita. Kalau tidak hati-hati, mungkin saja akan jadi senjata makan tuan semisal kelak kita hendak menjadi politisi atau pengusaha besar. So, jaga dan rawat jejak digitalmu,” Syaeroni mewanti wanti.
Selain itu, peran penting kita sebagai netizen mestinya juga ikut menekan informasi bohong. Bukan malah ikut menyebarkan, apalagi memicu masalah hukum. Catatan Kemenkominfo dalam sepekan, 23 Januari s.d 1 Februari 2021, misalnya, tersebar informasi bohong seputar Covid-19 di Facebook sebanyak 1.402 kasus, 490 di Twitter, dan 30 kasus di Youtube.
”Angka ini bisa ditekan kalau kita, sebagai netizen, punya kebiasaan menyeleksi dan mengecek ulang. Tidak malah ikut menyebarkan tanpa menyaring informasi bohong. Asalkan kebiasaan positif itu bisa dijaga, maka hoaks bisa terus ditekan penyebarannya di dunia digital dan di platform digital apa pun,” ujar Fathurahman, pemred Radar Tegal, membagi pengalaman. (*)
Post a Comment