Pendekatan Moderasi Beragama Dalam Upaya Menjaga Kebhinekaan
SRAGEN: Negara Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama.
Hampir tidak ada aktivitas keseharian di Indonesia yang tidak melibatkan nilai-nilai agama. Sehingga, perlu adanya pemahaman mengenai moderasi agama agar senantiasa menjaga keberagaman yang menjadi ciri utama Indonesia.
"Ada tiga level penguatan moderasi beragama," ujar Founder of Human RealSource (HRs) Reza Arfiansyah saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital bertajuk "Moderasi dan Penanaman Nilai-nilai Keagamaan Melalui Online" yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Rabu (28/7/2021).
Reza menjabarkan, level pertama adalah pendekatan legal formal, di mana yang menjadi subjek objeknya adalah aparatur birokrasi dengan target moderasi pemikiran dan sikap yang menganut model teknokratis.
Adapun level kedua, moderasi agama dengan pendekatan humanis-kultural, dengan pelaku masyarakat dan budaya serta targetnya lahirnya moderasi gerakan dan perbuatan yang menganut model sosiologis.
Sedangkan level ketiga, pendekatan esensial-substantif dengan subjek objek manusia, individu dengan target moderasi hati dan menganut model holistik, substansi.
"Upaya penguatan dengan level legal formal maupun humanis-kultural hingga saat ini belum mampu mencegah anti moderasi beragama. Hal ini menegaskan bahwa sumber utama persoalan moderasi beragama ada pada manusianya," simpul Reza.
Reza mengatakan, penguatan moderasi beragama saat ini baru sampai di level pertama dan kedua. Belum menyentuh level ketiga, yakni esensial substantif. Jika level pertama dipengaruhi kebijakan, aturan dan UU maka level kedua dipengaruhi budaya, tradisi, dan adat.
"Penguatan level pertama dan kedua merupakan produk ciptaan manusia, sedangkan sumber persoalannya adalah manusianya. Bagaimana mungkin produk bisa menyelesaikan persoalan penciptanya?" tanya Reza.
Oleh sebab itu, sambung Reza, di sinilah posisi Holistic Human Development menawarkan solusi penguatan moderasi beragama dan penyelesaian anti moderasi beragama langsung kepada manusianya atau pendekatan level ketiga.
Pengarusutamaan moderasi beragama dalam ranah digital untuk menyuarakan narasi keagamaan yang moderat dan toleran diakui memang penting. Dunia digital menyediakan beragam narasi keagamaan yang bebas akses dan kerapkali dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menyuburkan konflik dan menghidupkan politik identitas.
Hal ini juga ditandai dengan pudarnya afiliasi terhadap lembaga keagamaan bergesernya otoritas keagamaan, menguatnya individualisme, dan perubahan dari pluralisme menjadi tribalisme.
Narasumber lain dalam webinar itu, Farah Aini Astuti, Founder Yayasan Svadra Warna Indonesia mengatakan bahwa dalam interaksi intens di media digital mesti juga memperhatikan soal keamanan identitas digital.
Farah mewanti-wanti agar berbagai identitas pribadi untuk mengakses berbagai platform media tidak disalahgunakan orang yang tak bertanggung jawab menyebarkan fitnah, hoaks dan provokasi bernuansa SARA yang bisa mengganggu kerukunan Indonesia sebagai negara majemuk.
"Pastikan memilih identitas asli atau samaran saat mengelola berbagai platform akun digital sepanjang tetap bertanggung jawab atas akun tersebut," kata Farah.
Farah mengimbau pengguna senantiasa mengamankan identitas utama/email untuk pendaftaran akun digital. Lindungi dan konsolidasikan identitas digital ke dalam berbagai platform yang dimiliki.
Webinar kali ini menghadirkan pula narasumber Kepala MAN 1 Karanganyar Lanjar Utami dan Kepala MAN 2 Kudus H. Shofi. (*)
Post a Comment