Pemilu Berkeadilan di Era Digital. Bisakah Terwujud?
Sleman – Pemilu merupakan pesta demokrasi yang acap kali dijadikan salah satu indikator penting untuk mengukur keamanan sebuah negara, termasuk di Indonesia. Keamanan ini bukan cuma keamanan di dunia nyata tapi juga di dunia digital.
Demikian pendapat staf pengajar Universitas Serang Raya Ahmad Sururi terkait tema webinar literasi digital ”Pemilu Berkeadilan di Era Digital” yang dihelat Kementerian Kominfo bagi masyarakat Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 16 Juni lalu.
Sururi menyatakan, seharusnya ada proses pertukaran informasi yang positif dan berkualitas dalam konteks politik di internet. Sementara portal media daring dan media sosial menjadi kata kunci penting demi terwujudnya pemilu berkeadilan di era digital.
”Untuk mewujudkan pemilu berkeadilan di era digital, literasi politik warga masyarakat juga harus ditingkatkan. Selain itu, akses informasi, seleksi, analisa, verifikasi, evaluasi, produksi dan distribusi informasi menjadi sektor krusial untuk ditingkatkan pemahamannya,” ujar Sururi.
Besarnya perhatian masyarakat terhadap informasi politik seperti pemilihan presiden/wakil presiden dan pemilihan legislatif, lanjut Sururi, berdampak pada meningkatnya akses terhadap media seperti media sosial, internet dan portal media daring.
Meskipun demikian, informasi yang didapatkan secara mudah oleh masyarakat tidak selalu benar bahkan cenderung hoaks sehingga menimbulkan konflik, perpecahan, keresahan masyarakat dan membentuk keyakinan yang keliru/salah.
”Masyarakat perlu diajarkan langkah-langkah mendapatkan informasi yang benar. Mulai dari memilih saluran sumber informasi resmi yang bukan abal-abal, pemilik jaringan portal, dan sebagainya,” kata Sururi.
Narasumber dari STAINU Kebumen Mustolih memandang pemilu berkeadilan di era digital mempunyai tantangan tersendiri. Dia mengutip konferensi keamanan di Muenchen, Jerman (2020) yang menyatakan
Facebook, Twitter, dan media sosial lain telah disalahgunakan untuk memanipulasi pemilu.
Menurut Mustolih, saat ini perlu pembahasan potensi satu ancaman nyata yang datang dari dunia maya, yakni: serangan digital dalam pemilihan umum. Apalagi, pada masa depan, pemilihan umum di negara-negara belahan bumi selatan akan tetap menjadi titik fokus beredarnya ujaran kebencian di internet, disinformasi, campur tangan asing dan manipulasi domestik,” jelas Mustolih.
”PR-nya bagaimana mengeliminasi penyebaran konten negatif seperti hoaks, kampanye hitam (black campaign), ujaran kebencian (hate speech), dan perundungan (bullying) saat pemilu,” tandas Mustolih.
Webinar yang dipandu oleh moderator Bobby Aulia itu, juga menghadirkan narasumber Heru Prasetyo (Manajer Gusdurian), Kokok Herdhianto Dirgantoro (CEO Opal Communication), dan Nindy Gita selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment