Milenial dan Gen Z dalam Pembelajaran Era Digital
Pati - Sulit dimungkiri, transformasi digital merupakan perubahan yang harus disyukuri. Sebab, di masa pandemi Covid-19 platform digital banyak dimanfaatkan sebagai alat untuk menjalankan berbagai aktivitas termasuk pembelajaran. Perubahan ini kemudian disusul pemerintah Indonesia dengan membuat program nasional literasi digital.
Literasi digital merupakan upaya dalam mendukung percepatan transformasi digital dengan tujuan akhir mencapai masyarakat yang cakap digital. Program yang diselenggarakan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) itu dibungkus dengan format diskusi virtual serta materi literasi yang meliputi digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety.
Salah satunya adalah webinar yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sabtu (24/7/2021).
Rara Tanjung menjadi moderator dalam diskusi yang diikuti 400-an peserta, dengan menghadirkan narasumber: Riant Nugroho (director Institute for Policy Reform), Nyarwi Ahmad (dosen Komunikasi Fisipol UGM Yogyakarta), Agus Mahasin (Kasi Guru Bidang Pendidikan Madrasah Kemenag Jateng), Musta'in (pengawas madrasah kantor Kemenag Jepara). Juga hadir public speaker Michael Rivaldi sebagai key opinion leader.
Riant Nugroho dalam paparannya antara lain menyampaikan, pendidikan merupakan upaya mengisi ruang kognisi manusia agar dapat hadir dengan baik dalam kehidupan pribadi maupun bersama. Sedangkan pembelajaran itu berada pada level yang lebih tinggi daripada pendidikan.
Pembelajaran semakin diperlukan di era digital saat ini, di mana masyarakat tidak hanya cakap menggunakan media digital, tetapi juga aman dari serangan digital, cakap berkomunikasi digital, dan cakap memanfaatkan digital untuk memberikan nilai tambah.
"Tips pembelajaran di era digital adalah dengan mempunyai early warning system. Bahwa pengguna internet dan media digital adalah objek kapitalisasi. Yang perlu digarisbawahi dari kondisi ini adalah tidak boleh menjadi netizen yang tidak cerdas yang dikapitalisasi oleh influencer yang tidak mencerdaskan. Pengguna internet juga harus mampu memanfaatkan digital untuk mendapatkan keuntungan pribadi, masyarakat, dan bangsa," jelas Riant.
Riant menyebutkan, ada lima kecakapan digital yang harus dimiliki masyarakat abad 21. Yakni, learning skill, literacy skill, life skill, kecakapan merawat dan mengamalkan kebangsaan Indonesia, juga menumbuhkan moderasi beragama. Ia mengatakan, orang yang tidak mau beradaptasi di era saat ini sama saja ia buta huruf.
Adapun learning skill dalam menghadapi era digital adalah kemampuan untuk berpikir kritis dalam menyikapi informasi, mampu berpikir kreatif, berkolaborasi dan partisipasi dengan orang lain, juga kecakapan dalam komunikasi di dunia digital.
"Selain itu, kecakapan dalam berliterasi juga harusnya dimiliki dalam pembelajaran di era digital, yaitu mempunyai kecakapan dalam mencerna informasi, bermedia dan menggunakan teknologi," imbuhnya.
Selain itu, dalam menghadapi era digital, masyarakat diharapkan memiliki kecakapan dalam menjalani kehidupan yang serba digital dengan mampu bersikap fleksibel, bisa memimpin atau menggerakkan orang, memiliki inisiatif, produktif dan social skill yang baik.
"Buta huruf di abad 21 ini bukan lagi sekadar tidak bisa membaca dan menulis. Melainkan mereka yang tidak mampu dan tidak mau belajar, mereka yang menolak menjadi pembelajar. Dan itu tidak memandang gender, usia, dan latar belakang," tegas Riant.
Narasumber lain, Mustain, menambahkan, para peserta didik di era digital memiliki karakteristik tersendiri dalam hal menerima pembelajaran. Menurutnya, kemudahan dari fasilitas digital yang tersedia membuat peserta didik tidak bisa mendapat kekangan ketika belajar.
"Mereka (peserta didik) zaman sekarang itu sangat bergantung pada teknologi, sehingga mereka lebih suka konten belajar yang menggunakan format audio visual. Mereka lebih mudah dalam memahami contoh yang konkret, sangat kritis dan lebih suka belajar kalau hubungan guru dan murid seperti sahabat," jelas Mustain.
Murid juga gemar berinovasi, sehingga sebagai guru dan pendidik diharapkan mampu memberikan ruang untuk menyalurkan kreativitas anak. "Sayangnya mereka juga tipe yang mudah bosan. Jadi, bagi pengajar memiliki tantangan untuk membuat konten pembelajaran yang menghibur," imbuhnya.
Untuk mewadahi pembelajaran itu, lanjut Mustain, di samping Kemenkominfo, Kemenag dan Kemendikbud telah menyediakan platform belajar online, baik itu melalui website hingga perpustakaan digital sebagai sumber belajar yang valid. (*)
Post a Comment