Menulis Itu Mudah, Tapi Jangan Lupa Kaidah
Magelang – Kreatif dan produktif di masa pandemi ini bisa dilakukan dengan cara menulis oleh tenaga pendidik. Tak jarang kreativitas itu mampu mendatangkan keuntungan materi.
Ada ungkapan terkenal Dahlan Iskan: Jika Anda ingin mengenal dunia, membacalah. Jika ingin dunia mengenal Anda, menulislah. Kemudian Pramoedya Ananta Toer juga berkata: Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama tidak menulis, ia akan hilang dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
”Begitu juga dengan guru, ia harus menulis. Apalagi ada anggapan yang melekat pada profesi tenaga pendidik itu yang menyatakan selain ’wasis mulang’ (pandai mengajar), ia juga ’pinter ngarang’,” ujar peraih Nugrajasa Pustaloka Puji Handayani dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (22/7/2021).
Mengusung tema ”’Vitamin T’: Kreatif dan Produktif Menulis Online bagi Tenaga Pendidik”, acara virtual yang dipandu moderator entertainer Harry Perdana itu juga menghadirkan narasumber lain: Novi Kurnia (Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM), Anggraini Hermana (praktisi pendidikan), Diah Arifika (Mafindo Magelang), dan Author Suci Patia selaku key opinion leader.
Menurut Puji Handayani, banyak alasan mengapa seorang guru harus menulis. Ia menyebutkan, misalnya untuk tuntutan profesi, alasan sosial, dan alasan pribadi. Alasan profesi, karena menulis juga dibutuhkan untuk kenaikan pangkat, penulisan bahan ajar, atau bisa juga untuk memotivasi siswa.
”Untuk alasan sosial, contohnya membuat story di medsos, update status, dan membuat postingan. Sedangkan alasan pribadi misalnya pengembangan diri, mencurahkan perasaan, pendapat, imajinasi, bahkan
mendokumenkan kisah hidup,” tutur pegiat literasi sekolah itu di depan 600 lebih partisipan webinar.
Masalah umum yang dihadapi dalam menulis, kata Puji, ialah mulai dari tidak berbakat, tidak punya waktu, semua topik pernah ditulis orang lain, kesulitan mengungkapkan ide, merasa tulisannya jelek, malas mulai menulis, takut salah menulis, ketakutan tak bisa dipublikasikan, lingkungan tak mendukung, hingga anggapan menulis itu mudah, jadi nanti-nanti sajalah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Puji mengajak peserta webinar mulai menulis dari hal sederhana. Misalnya membuat status di WA, membuat caption, atau membuat postingan di media sosial.
”Dari situ kita bisa mulai agak serius dengan menulis secara populer, menulis di blog, menulis tips atau artikel tuntunan, dan menulis cerita mini. Pada tahap pengembangan, bisa menulis secara ilmiah, menulis fiksi, bahkan menulis untuk publikasi,” jelas Puji.
Berikutnya, praktisi pendidikan Anggraini Hermana menyatakan, menulis online yang kreatif dan produktif bagi tenaga pendidik itu bisa berupa menulis artikel, membuat bank soal online, menulis karya ilmiah, esai, opini, materi pembelajaran, menulis resensi, membuat sinopsis, menjadi blogger (edu blogger), tips yang berhubungan dengan kegiatan akademis, serta segala jenis karya sastra (prosa, naskah) dan sebagainya.
Meski begitu, lanjut Anggraini, ada etika teknis penulisan sebuah karya, misalnya dimulai dengan menentukan dan memperhatikan publik sasaran pembaca tulisan. Jika ingin menulis sebuah karya sastra, maka harus mempelajari dan menguasai jenis karya sastra apa yang ingin dibuat.
Tentukan dan perhatikan, siapakah sasaran pembaca tulisan kita?
”Menulis juga butuh memperhatikan EYD, penulisan gelar dan nama tokoh, gaya bahasa (majas), gaya penulisan, memperhatikan alur, menuliskan sitasi (sumber), referensi tulisan, dan sebagainya sesuai karya tulisan yang ingin dibuat,” jelas Anggraini.
Anggraini menambahkan, adab dan etika juga harus dijaga dalam aktivitas menulis. Caranya dengan memperhatikan nilai, moral, norma, budaya, tidak SARA, pornografi, menulis hoaks. Berikutnya, hindari ujaran kebencian, carilah sumber referensi yang valid, berikan informasi yang bermanfat, tidak melanggar hak cipta, meminta izin pada penulis asli.
”Tidak kalah penting, lakukan refleksi dan kembalikan semua ke diri kita sendiri untuk menghindari niat berlaku curang,” pungkas Anggraini. (*)
Post a Comment