Menerapkan Nasionalisme dalam Etika Berdigital
Klaten - Pemerintah Indonesia menilai literasi digital penting di masa transformasi teknologi saat ini. Kecakapan masyarakat dalam menggunakan teknologi perlu ditingkatkan untuk kemajuan. Akan tetapi semangat nasionalisme tak bisa dihilangkan meskipun berada di tengah digital society.
Literasi digital sendiri masuk dalam program nasional Presiden Joko Widodo yang sudah dilaksanakan sejak Mei 2021 dengan konsep webinar. Program ini untuk mendukung percepatan transformasi digital menuju masyarakat yang cakap digital dengan berpegang pada empat pilar: digital culture, digital skill, digital ethics, dan digital safety.
Salah satu kegiatan webinar ini digelar untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (5/7/2021) bersama narasumber dari berbagai bidang: Aulia Putri Juniarto (Kaizen Room), Denik Iswardani Witarti (dosen Universitas Budi Luhur), Noviana Dewi (dosen STIKES Nasional Surakarta), dan Nurul Hajar Latifah (aktivis Iman Klaten). Kegiatan dipandu oleh entertainer Zacky Ahmad serta key opinion leader Venabella Arin (duta bahasa Yogyakarta 2016.
Nurul Hajar Latifah dalam paparannya mengatakan, era digitalisasi menuntut masyarakat agar mampu dan paham menggunakan teknologi dan media digital. Sebab segala aktivitas saat ini mulai bergeser dari sistem yang konvensional ke sistem digital.
"Skill atau kemampuan yang harus dikuasai oleh warga digital adalah kemampuan teknologi. Ini menjadi dasar warga digital sebelum masuk ke platform digital lainnya. Kemudian kemampuan menggunakan media sosial juga sangat diperlukan di dunia maya. Keberadaan media sosial bukan sekadar sarana untuk berinteraksi dan berkomunikasi, tetapi bisa lebih. Ia bisa menjadi sumber informasi bahkan marketplace."
"Kemampuan lainnya adalah kemampuan menggunakan bahasa. Komunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan penting diterapkan di dunia digital. Di sinilah rasa nasionalisme kita dapat kita tumbuhkan, budaya Indonesia yang ramah dan sopan," jelas Nurul.
Sementara itu, Noviana Dewi menambahkan, nasionalisme di dunia digital dapat diterapkan dengan etika yang baik. Ia mengatakan, etika dan netiket di media sosial wajib diterapkan. Jangan sampai media sosial yang bebas itu menimbulkan gesekan di tengah beragamnya perbedaan.
"Dunia digital itu bersifat borderless atau tanpa batas. Batasan geografis, budaya, cara berkomunikasi pada pertemuan secara global di dunia digital sangat mungkin tercipta standar baru tentang etika. Yaitu dengan mengadaptasikan etika, tata krama, dan sopan santun di dunia nyata ke dunia digital," jelas Noviana terkait netiket di dunia digital.
Noviana menyebutkan, dunia maya tanpa adanya etika dan netiket dapat menimbulkan gesekan dan perseteruan. Tanpa etika bermedia digital, informasi hoaks dan berita salah lainnya akan tersebar dengan mudah. Komentar tanpa menggunakan bahasa yang baik serta melontarkan ujaran kebencian juga mampu memecah belah keberagaman. Penipuan dan pembajakan juga bisa terjadi tanpa menerapkan etika di lingkungan digital.
"Tujuan etika dan netiket di dunia digital adalah menciptakan kebaikan bersama serta meningkatkan sisi kemanusiaan. Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya multikultur membuat etika digital sangat relevan untuk diterapkan oleh semua warga," imbuhnya.
Novi menegaskan, kemampuan etika dalam dunia digital ini penting bagi setiap individu untuk menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri. Kemudian merasionalkan, menyeimbangkan dan mengembangkan tata kelola digital dalam kehidupan sehari-hari. (*)
Post a Comment