Memanfaatkan Platform Digital untuk Menjangkau Dunia
Tegal – Februari 2021 Microsoft melansir hasil suvei tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang tahun 2020. Hasilnya, Indonesia ada di urutan 29 dari 32 negara yang disurvei. Dengan hasil tersebut, Indonesia bahkan menjadi negara dengan tingkat kesopanan terendah di Asia Tenggara.
Pengajar Universitas Katholik Atma Jaya Lisa Esti Puji Hartanti sengaja mengawali paparannya dengan mengungkapkan hasil riset Digital Civility Index (DCI) Microsoft pada webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Kominfo bagi masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (2/7/2021).
Dalam diskusi virtual yang bertema ”Memanfaatkan Platform Digital untuk Menjangkau Dunia” itu, Lisa juga menyampaikan tiga faktor pengukur tingkat kesopanan netizen Indonesia, meliputi: hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi.
Bentuk perilaku tidak sopan netizen Indonesia, menurut Lisa, dapat mudah dijumpai pada kasus dipaksa mundurnya tim bulutangkis Indonesia di ajang All England, atau kasus tuduhan bermain curang oleh GothamChess terhadap pecatur Indonesia Dewa Kipas beberapa waktu lalu.
”Dalam kasus tersebut kolom komentar akun resmi media sosial BWF seperti twitter, Instagram, dan facebook, sempat dibanjiri komentar dan hujatan netizen Indonesia, sehingga memaksa anggota tim bulutangkis Indonesia memberikan klarifikasi dan permintaan maaf kepada BWF,” tutur Lisa.
Di akhir paparannya, Lisa mengingatkan pengguna media sosial agar lebih berhati-hati membuat komentar. Hal itu mengingat masih banyaknya pengguna media sosial yang tersandung masalah hukum atas komentar maupun unggahannya, sehingga berbuntut proses hukum.
”Pasal UU ITE favorit: melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat 1), penghinaan dan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3), ancaman kekerasan (Pasal 29), menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan SARA (Pasal 28 ayat 2),” sebut Lisa.
Sementara itu, pengajar Universitas Ngurah Rai Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi berbicara tentang generasi masa depan. Ia mencoba mengidentifikasi tiap generasi yang dimulai dari generasi Baby Boomer hingga generasi Alpha yang lahir mulai 2010 hingga sekarang.
Dalam paparan yang berjudul ”Welcoming Gen-Alpha: Chance and Challenge in Digital Skill” itu, Dian menyebut Gen-Alpha merupakan anak dari generasi milenial. Sebagai generasi yang lahir saat perkembangan teknologi mereka juga akan cenderung suka membuat konten video.
”Genenerasi Alpha juga lahir di tengah keprihatinan global warming, dengan begitu 72 persen mereka lebih senang bermain di luar daripada bermain teknologi,” jelas Dian.
Webinar yang dipandu moderator Bobby Aulia, juga menghadirkan narasumber Purwo Susongko (Universitas Pancasakti Tegal), Abas Firdaus Basuni (Direktur Joglo Property), dan Mahe Wijaya selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment