Luang di Masa Pandemi, Peluang bagi Siswa untuk Berkreasi
Gunung Kidul - Menjadi entrepreneur di tengah kondisi pandemi Covid-19 tentu bukan hal yang tidak mungkin, terlebih di era yang serba digital. Bagi siswa sekalipun, bisa mencari peluang usaha di antara kegiatan sekolah online sebagai bentuk pemanfaatan media digital di koridor yang positif.
Topik peluang usaha online tersebut diangkat dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Gunung Kidul, Selasa (13/7/2021). Literasi digital merupakan bagian dari program nasional Presiden Joko Widodo dalam mendukung percepatan transformasi digital dan mencapai sumber daya masyarakat yang mampu beradaptasi dan cakap digital.
Diskusi virtual yang dipandu oleh Fernand Tampubolon ini menghadirkan sejumlah pemateri, yaitu Fakhriy Dinansyah (co-founder Localin), Ahmad Syaifulloh (dosen STAI Khozinatul Ulum Blora), Ziaulhaq Usri (guru Global Islamic School 3 Yogyakarta), Misbachul Munir (entrepreneur), serta key opinion leader Tya Yuwono (mompreneur). Para pemateri memaparkan literasi digital yang mencakup empat pilar yakni: digital ethics, digital skill, digital culture, dan digital safety.
Dalam webinar tersebut, Ziaulhaq Usri mengatakan, transformasi digital membentuk budaya digital karena tuntutan dan kebutuhan. Budaya digital kemudian mempengaruhi cara transaksi jual beli, pendidikan, urusan keuangan, komunikasi, dan pencarian informasi menggunakan teknologi digital.
Bahkan, kondisi pandemi mengakibatkan pertumbuhan pengguna internet yang semakin pesat. Tentunya perkembangan teknologi juga harus disertai dengan kemampuan yang mumpuni.
"Keterampilan digital yang perlu dimiliki di era digital adalah kemampuan berpikir kritis, komunikasi berbasis informasi, kolaborasi atau kerja sama dengan orang lain, serta berpikir kreatif dan inovatif. Kemudahan di era digital harusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.
Bagi siswa, dengan digantinya model pembelajaran ke sistem daring seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal kreatif. Misalnya dengan mencari peluang ekonomi yang bisa memberikan support finansial.
"Menjadi dropshipper misalnya, yang hanya bermodalkan posting produk tanpa harus membeli produk untuk dijual kembali. Bagi yang senang dengan dunia penulisan, bisa mencoba sebagai penulis lepas atau penulis konten. Memaksimalkan media sosial dengan membuka jasa iklan jika memiliki jumlah pengikut yang banyak, memanfaatkan kemampuan desain grafis dan content creator sebagai sarana mengembangkan diri sekaligus menambah pundi ekonomi," imbuhnya.
Pada lanskap digital ethics, Fakhriy Dinansyah menjelaskan, dalam berinternet insan digital tetap harus menggunakan etika sebagaimana berperilaku di dunia nyata. Tata krama ini berlaku baik dalam berinteraksi maupun bertransaksi secara digital.
"Pengguna platform digital harus selalu menyadari bahwa saat berinteraksi di dunia digital pada dasarnya kita juga sedang berinteraksi dengan orang lain dan bukan alat. Oleh karena itu, tidak boleh sembarangan dalam berujar dan bersosial di internet," jelas Fakhriy.
Lalu, bagaimana cara beretika dalam transaksi online? Fakhry menyebutkan, transaksi online seharusnya memberi keuntungan kepada penjual dan konsumen. Keduanya harus memiliki identitas yang jelas untuk menghindari fenomena penjual atau pembeli fiktif. Memahami fitur dari e-commerce dan penjual, baik itu kebijakan penjualan, detail produk, keamanan akun, metode pembayaran dan pengembalian barang.
"Dari penjual juga harus memiliki etika penjualan, yaitu dengan menjadi pelapak yang jujur dan tidak melanggar hukum. Merespons konsumen dengan sopan, serta memberikan pelayanan purna jual," tambah Fakhry.
Etika berdigital, khususnya dalam hal bertransaksi ini sekaligus menjadi pagar agar tidak terjadi penipuan dan kejahatan online.(*)
Post a Comment