Cinta Produk Lokal, Pintar Bisnis Online dengan Kemampuan Literasi Digital
Grobogan - Literasi digital merupakan kecakapan penting untuk menghadapi transformasi teknologi. Hal ini juga menjadi program nasional pemerintah Indonesia untuk mewujudkan sumber daya manusia atau talenta digital, salah satunya untuk membentuk ekonomi digital.
Di bawah tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), program literasi digital direalisasikan dalam bentuk diskusi virtual yang diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat. Salah satunya diskusi yang dibuka untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, pada hari ini, Jumat (16/7/2021).
Setidaknya 400-an peserta ikut dalam webinar yang dipandu oleh content creator Rio Siswanto ini. Diskusi dengan tema "Membangun Usaha Online yang Berkelanjutan" ini menghadirkan empat narasumber: Santi Indra Astuti (dosen Universitas Negeri Islam Bandung), Seno Adi Nugroho (co-founder Rumah Karsa), Rinduwan (GP Ansor Grobogan), dan Daryono (editor Tribunnews.com). Selain itu seorang entertainer, Kneysa Sastrawijaya, juga ikut meramaikan diskusi sebagai key opinion leader.
Masing-masing narasumber secara bergantian menyampaikan materi literasi digital, yang meliputi digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety.
Mengawali diskusi, Santi Indra Astuti membahas budaya digital serta perubahan kegiatan perekonomian yang beralih ke dunia digital. Menurutnya, pelaku usaha online perlu membekali diri dengan literasi digital, bukan sekadar mampu mengoperasikan teknologi tetapi mampu menghadirkan value dan mengoptimalkan teknologi dan media digital.
Sedangkan salah satu cara menerapkan budaya dalam ekonomi digital adalah dengan mencintai produk lokal. Sebab, ekonomi digital berarti semua produk dan budaya asing dapat ditemukan dalam ruang tanpa batas.
"Tantangan di dalam ekonomi digital adalah bagaimana pelaku usaha mampu menyediakan produk dan pelayanan yang lebih baik. Strategi subjektifnya adalah untuk membangun nasionalisme berkonsumsi. Hal ini tidak sebatas mengkonsumsi produk lokal saja. Tetapi juga bergotong royong mengenalkan produk daerah kita," jelas Santi.
Membudayakan cinta produk lokal juga dapat dilakukan dengan memperlihatkan empati dan kepedulian.
"Mengutamakan produk lokal atau dalam negeri, membeli secukupnya dan tidak impulsif, membeli karena kebutuhan bukan untuk pamer, serta berbagi," imbuh Santi.
Sementara itu, Seno Adi Nugroho menambahkan, produk lokal yang masuk ke e-market dan marketplace masih terbilang rendah. Hal itu salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan literasi digital, literasi inovasi produk, dan literasi keuangan.
Ia berpendapat, kemampuan digital yang penting dimiliki pelaku usaha di era digital adalah kemampuan untuk memanfaatkan media percakapan dan media sosial. Serta pengetahuan tentang dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital.
"Bagi pemula, usaha online dapat dimulai dulu menggunakan online shop. Memanfaatkan media sosial dan media percakapan sebagai tempat promosi dan katalog produk. Atau menggunakan marketplace seperti Lazada, Shopee dan lainnya. Marketplace atau loka pasar mempertemukan penjual dan pembeli dalam tempat yang luas. Kedua jenis e-market itu memiliki kelebihan tersendiri yaitu gratis. Berbeda dengan e-commerce yang memang dibuat secara eksklusif untuk produk milik pemilik usaha itu sendiri," jelas Seno.
Pada dasarnya apa pun jenis e-market yang dipilih itu bebas asalkan dapat mengoptimalkan, baik untuk meningkatkan brand awareness atau brand identity. Hanya saja pelaku usaha harus mampu konsisten agar bisnis terus berjalan dan tidak kehilangan konsumen.
Selain itu, lanjut Seno, marketplace juga memberikan metode pembayaran baik secara konvensional dengan cara cash on delivery atau dengan dompet digital.
"Transaksi online selama masa pandemi menjadi pilihan aman. Selain praktis karena keterbatasan mobilitas, pilihan yang tersedia juga tidak terbatas. Saat ini antara marketplace dan layanan dompet digital juga banyak memberikan promosi, potongan harga," tegas Seno. (*)
Post a Comment