Cermat Teknologi Digital di Era Normal Baru
BANYUMAS - Pegiat literasi digital
Yanuar D. Saputra menuturkan, sejak tahun 2017 silam Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang pedoman agar pengguna internet di Tanah Air semakin bijak dalam bermedia sosial.
"Dalam fatwa itu MUI menyatakan, yang tidak boleh dilakukan saat bermedia sosial adalah berghibah, menyebar kabar bohong atau hoaks atau fitnah, adu domba, bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan," kata Yanuar saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital bertajuk "Cermat Teknologi Digital di Era Normal Baru" yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (15/7/2021).
Sebaliknya, dalam fatwa itu, ujar Yanuar, MUI mengajak seluruh warga bangsa Indonesia dapat menggunakan medsos untuk berdakwah menyebarkan kebaikan, silaturahmi dan tabayyun atau selalu melakukan cek kebenaran suatu informasi.
Dalam webinar yang juga menghadirkan narasumber Tommy Destryanto (Praktisi IT), Aulia Putri Juniarto (Fasilitator Nasional), dan Lintang Ratri Rahmiaji (Dosen Undip) itu, Yanuar menjelaskan ujaran kebencian khususnya di medsos, menjadi tantangan terbesar kemajuan digital di negara demokrasi seperti Indonesia yang penduduknya majemuk.
"Kebebasan berekspresi dan berpendapat di negara demokrasi seperti Indonesia telah dijamin melalui undang-undang, namun hate speech atau ujaran kebencian kini menjadi tantangan terberatnya," ujar Yanuar.
Kebebasan dalam berpendapat, sambung Yanuar, merupakan hak konstitusional warga negara yang diatur dalam pasal 28 E ayat 3 UUD 1945.
"Namun ada beberapa bentuk hate speech yang harus dihindari oleh pengguna media sosial. Mulai dari penghinaan, penistaan, penghasutan, perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, dan hoaks atau membuat dan menyebarkan kabar bohong," urai Yanuar.
Ia mencontohkan ujaran kebencian di media sosial yang kerap ditemui biasanya menyangkut ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, juga agama.
"Tak jarang pula berita tentang kematian menjadi bahan hoaks seperti kematian seorang tokoh misalnya pemeran Mr. Bean beberapa waktu lalu, juga beberapa artis dalam negeri. Termasuk soal pandemi Covid-19 ini juga banyak diproduksi hoaksnya," jelas Yanuar.
Yanuar mengingatkan, sudah banyak penyebar hoaks yang dijerat hukum di Indonesia. Pidana yang ditimpakan beragam, karena penyebar hoaks itu diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Ada berbagai cara menghindari berita hoaks, sehingga kita dan orang lain yang menerima informasi itu tak menjadi korban," kata Yanuar.
Dimulai dengan cara meneliti judul dan situs asli sumber informasi itu berasal atau diproduksi. Misalnya di media massa mainstream atau situs-situs resmi pemerintahan. Lalu, berhati-hati jika ternyata hoaks itu hanya jebakan phising (penipuan) yang dilakukan dengan meminta pengguna mengklik link di suatu unggahan yang mencurigakan.
"Pengguna bisa juga memakai autentikasi dua faktor untuk mencegah orang lain dapat login dari akun kita atau dari tempat lain," ucap Yanuar. Selanjutnya, Yanuar juga mengingatkan pengguna jangan asal bikin password. Sebisa mungkin buat kata sandi yang rumit, seperti kombinasi huruf dan angka. "Tapi yang terpenting juga saling bantu saring berita hoaks agar tak diteruskan," kata Yanuar.
Narasumber lain yang juga praktisi IT Tommy Destryanto mengatakan, media sosial sudah selayaknya memberikan manfaat bagi penggunanya melalui konten-konten positif dan bermanfaat.
"Terlebih media sosial ini menjadi aplikasi yang paling digandrungi kaum milenial, bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan brand awareness hanya dengan berbagi foto atau video pendek melalui setiap postingannya di feed atau story," kata Tommy.
Sebagaimana wilayah lain, di Kabupaten Banyumas Kementerian Kominfo juga akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Warga masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta dan akan terus memperoleh materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi. (*)
Post a Comment