Cakap Berdigital dengan Tidak Bersikap Ringan Jempol
Bantul - Di bidang pendidikan, perkembangan teknologi berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar saat kondisi pandemi. Akan tetapi, belum semua sumber daya manusianya cakap dalam memanfaatkan teknologi digital. Permasalahan ini masih menjadi kendala yang tengah diperbaiki oleh pemerintah Indonesia, salah satunya melalui penyelenggaraan program literasi digital.
Literasi digital menjadi bekal sebelum memasuki gerbang dunia digital. Program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini ditargetkan dapat mendukung percepatan transformasi digital yang menghasilkan masyarakat cakap digital. Empat pilar yang mencakup digital ethics, digital skill, digital safety, dan digital culture merupakan pondasi dasar dalam membangun literasi digital di Indonesia.
Adapun program ini terselenggara dalam bentuk diskusi virtual (webinar). Salah satunya webinar yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Bantul, DIY, pada Rabu (14/7/2021) yang dipandu oleh Ayu Perwari dan diikuti oleh 500-an peserta diskusi.
Empat narasumber turut hadir membawakan tema diskusi "Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu", yakni: Fadjarini Sulistyowati (dosen STPMD APMD Yogyakarta), Seno Adi Nugroho (entrepreneur), Iqbal Aji Daryono (penulis), Yuni Wahyuning (praktisi pendidikan). Hadir pula key opinion leader Debi Glen (sportcaster) yang ikut meramaikan diskusi.
Praktisi pendidikan Yuni Wahyuning menyinggung kesiapan sumber daya manusia, khususnya pendidik, di era digital yang masih kurang. Baik tenaga didik maupun peserta didik masih dalam tahap pembelajaran dan beradaptasi untuk mampu menggunakan media digital sebagai sarana komunikasi dan interaksi kegiatan belajar mengajar.
"Dorongan transformasi digital menimbulkan implikasi perubahan yang dihadapi, dalam hal ini bagaimana pendidik dapat mengintegrasikan metode ajar tatap muka ke metode daring. Pendidik diharapkan mampu memaksimalkan gawai sebagai sarana mengajar, namun hal ini juga butuh dukungan dari pihak terkait, baik dari pihak sekolah maupun pemerintah," jelas Yuni.
Dalam praktiknya, untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu di era transformasi digital guru dan siswa harus memahami penggunaan teknologi. Serta harus menghapus stigma bahwa teknologi sulit untuk diimplementasikan.
"Guru dan siswa perlu memberdayakan teknologi yang dimiliki dengan metode 'learn how to learn' untuk mengintegrasikan berbagai cara dalam mencari informasi belajar dan mengajar. Termasuk mengintegrasikan dengan teknologi," tambahnya.
Selain itu, jelas Yuni, dukungan dari pihak sekolah sangat diperlukan, dengan memberikan motivasi bahwa transformasi digital penting dalam dunia pendidikan.
Sementara itu, Iqbal Aji Daryono lebih fokus menyampaikan persoalan budaya bermedia digital agar lebih mampu mengontrol urgensi dalam interaksi di media sosial dan menyebarkan informasi. Ia mengatakan agar pengguna media digital tidak "ringan jempol" saat berada di ruang digital. Sebab, sikap tersebut dapat mengakibatkan permasalahan lain yang bersinggungan dengan moral maupun hukum, bahkan tindak kejahatan.
"Kita harus hati-hati, waspada ketika ada informasi yang dapat memancing spontanitas jari-jari untuk menyebarkan informasi. Apalagi jika itu menyinggung soal agama, politik, kesehatan, dan seksual. Topik-topik tersebut sarat dengan pancingan emosi dan naluri manusia, yang kalau tidak ada kontrol dari dalam diri berujung pada jejak digital. Jadi, berpikir dulu sebelum klik tautan dan sebelum share informasi," jelasnya.
Fadjarini Sulistyowati menyambung diskusi sebelumnya seraya mengingatkan bahwa untuk menghindari jejak-jejak negatif dalam dunia digital diperlukan etika dalam bersosial media.
Dalam berinteraksi di media sosial, seorang pengguna harus secara sadar tahu bagaimana menyikapi sebuah informasi. Ia harus mampu mengevaluasi berbagai isu dengan penyebaran data elektronik. Pengguna juga harus mampu menyaring hoaks dan memilah informasi, serta paham bagaimana menyampaikan informasi dengan baik.
"Etika saat menerima sebuah informasi atau berita, pastikan validitas atau kebenaran informasinya. Jika informasi itu benar dan bermanfaat, penyebaran berita boleh dilakukan. Namun jika berita atau informasi itu salah, maka jangan disebarkan. Stop di tangan kita. Kalau bisa laporkan," jelas Fadjar.
Etika bermedia digital merupakan sebuah pendidikan yang harus diterapkan dalam menerima informasi. Pastikan informasi itu tidak mengandung ujaran kebencian, provokasi negatif, hoaks, dan fitnah. (*)
Post a Comment