Bersiasat Menangkal Konten Hoaks
Batang – Hoaks bisa berarti postingan berita palsu yang dilakukan oleh akun fiktif dengan tujuan membuatnya seolah-olah hasil produk jurnalistik media yang valid. Namun, ada pula yang memaknai sebagai artikel berita yang dibuat dengan sengaja untuk mengalihkan pembaca dari berita sebenarnya.
”Apa pun definisi yang diberikan terhadap hoaks, yang pasti penyebaran berita bohong mampu menimbulkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok,” tutur peneliti di The Digital Media Research Center Queensland University of Technology Akhmad Firmannamal pada webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (19/7/2021).
Selain Akhmad, diskusi virtual yang dipandu moderator Nindy Gita itu juga menampilkan narasumber Solahudin (Ketua Pergunu Kebumen), Mukhammad Nur Kholis (Kasi Kelembagaan Kementerian Agama Provinsi Jawa Tangah), Fajar Adhy Nugroho (Kepala pada Bagian Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah), dan Blogger Niya Kurniawan selaku key opinion leader.
Dalam webinar yang bertajuk ”Strategi Menangkal Konten Hoaks”, Akhmad Firmannamal memberikan contoh penyebaran hoaks terkait pandemi Covid-19 di Indonesia. Penanganan sebaran isu hoaks Covid-19 periode 23 Januari 2020-11 Maret 2021, ditemukan total sebaran 2.703 isu hoaks. Dari jumlah itu, 2.367 ditindaklanjuti (take down), dan 113 ditindaklanjuti penegakan hukum.
”Platform media sosial yang digunakan: Facebook (2.134), Twitter (496), Youtube (49), dan instagram (24). Mayoritas telah ditindaklanjuti dengan cara take down (2.367), dan 336 kasus sedang ditindaklanjuti,” ujar Praktisi Kehumasan sekaligus Deputi Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara itu.
Meskipun UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11 Tahun 2008 dan UU Perubahan atas UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 telah memberikan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar bagi penyebar hoaks, menurut Akhmad, hal itu tak menyurutkan para pelaku penyebar hoaks dan jumlah kasus hoaks.
Akhmad Firmannamal kemudian memberikan langkah-langkah menghindari hoaks. Apabila menerima sebuah informasi, sebaiknya Anda cek sumber berita, berbagi informasi, jangan terprovokasi, bandingkan informasi, dan perbanyak membaca.
”Berbagi informasi dimaksudkan agar orang lain dapat membantu meluruskan informasi salah. Dengan banyak membaca kita akan punya referensi untuk membandingkan benar tidaknya sebuah informasi,” jelas Akhmad.
Narasumber lain, Kepala pada Bagian Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Fajar Adhy Nugroho menyoroti mudahnya hoaks tersebar di dunia digital. Menurutnya, unsur hoaks bisa mudah tersebar ada tiga: content creator, penerima info, dan penyebar info.
Fajar menyatakan, ada beberapa motif seorang kreator konten membuat konten hoaks: motif ekonomi (mencari uang), politik, mencari kambing hitam, dan pecah belah (SARA).
Dari unsur penerima info, lanjut Fajar, hoaks bisa tersebar karena penerima Info yang tidak punya kompetensi literasi digital, atau karena dianggap sebagai kebenaran. Misalnya dianggap dari sumber kredibel, kalimat meyakinkan, terafiliasi politik, terbawa ujaran kebencian.
”Dari unsur penyebar info, kemungkinan memang sengaja menjadi agen penyebar hoaks; kemungkinan lainnya karena tanpa sadar telah melakukan hoaks,” tegas Fajar. (*)
Post a Comment