Pentingnya Saring Sebelum Sharing, Agar Ibadah Tak Jadi Musibah
WARTAJOGJA.ID: Meski terasa klise, tetapi pesan ini amat penting. Utamanya di era digital, ketika informasi datang berlimpah di sekitar kita. Sebuah pesan yang sekaligus menjadi tips penting untuk menghindarkan diri sebagai produsen hoaks. ”Mari biasakan diri untuk menyaring informasi sebelum kita sharing. Biasakan verifikasi sebelum broadcast, agar niat beribadah dengan berbagi informasi justru memicu musibah bagi orang lain,” begitu pesan M. Najib Azca, dosen Sosiologi Fisipol UGM.
Pesan tegas tersebut disampaikan Najib, yang juga mantan jurnalis Tabloid Detik yang terbit era 1990-an itu, lantaran data yang ia kutip berasal dari Asosiasi Media Cyber Indonesia tahun 2019.
”Dari 47 ribu media online yang ada di Indonesia saat ini, baru 2.700 yang terverifikasi oleh Dewan Pers. Jadi, lainnya masih masuk kategori media online abal-abal. Hati-hati men-sharing info dari media online berkategori abal-abal,” imbuh Najib saat tampil dalam Webinar Cakap Literasi Digital dengan tema ”Hubungan Media dan Literasi Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk wilayah Kota Magelang, Jawa Tengah, 7 Juni lalu.
Acara yang diikuti 600 peserta lintas profesi dan generasi itu berlangsung semarak. Tampil bersama Najib, Telly Nathalia seorang penulis dan jurnalis, Ismita Saputri, konsultan digital safety dari Kaizen Room, M. Adnan seorang content creator, juga Nabilla Wardana seorang entertainer yang menjadi key opinion leader. Webinar dipandu moderator Putri Juniawan, presenter TV nasional.
Hal lain yang penting dicermati oleh kita bersama pada masa kini adalah maraknya penipuan digital. Ismita Saputri dari Kaizen Room mengutip Liputan 6.com yang mencatat laporan polisi terkait penipuan online sepanjang tahun 2019 s.d. 2020. ”Laporan ke polisi cyber sudah 1.616 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp 22 miliar. Itu bukan angka yang main-main,” ujar Ismita.
”Hal ini terus berulang karena masyarakat sering tergoda dengan harga murah dan janji hadiah dahsyat dengan ditebus pemberian. Info yang berbahaya buat keamanan data pribadi digital kita begitu mudah diberikan,” lanjut Ismita.
Dari tips yang diberikan Ismita, salah satunya adalah jangan biasakan mentransfer atau bertransaksi menggunakan fasilitas wifi gratis di ruang publik. ”Itu juga bahaya buat keamanan digital kita, karena hacker mudah mengulik data kita di ruang-ruang bebas seperti itu,” ujar dosen di sebuah universitas swasta di Jakarta itu.
Bahasan menarik lain dalam webinar di Lereng Gunung Tidar itu adalah sinyal buruknya perilaku budaya para netizen Indonesia akhir-akhir ini. Perilaku yang memprihatinkan dan menggerus citra bangsa yang selama ini dikenal sopan santun dan berbudi luhur serta menghormati tatakrama sosial.
Dunia digital juga bukan dunia bebas tanpa batas. Hukum dan etika tetap berlaku sama pada para pelakunya. Namun, dalam amatan penulis dan jurnalis Telly Nathalia, hadirnya beragam platform digital saat ini telah menjadikan netizen Indonesia tampil serba bebas dan beringas. Termasuk, mudah mengumpat dengan kalimat kasar.
”Hal itu sudah disurvei oleh Microsoft pada 2021. Hasilnya menempatkan netizen Indonesia sebagai netizen yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Ini memalukan citra Indonesia,” kata Telly.
Padahal kalau bisa menggunakan dengan lebih cerdas, menurut content creator Adnan, dengan Istagram saja adik-adik di Magelang kini bisa nawarin slondok atau gethuk Magelang. Bisa juga DM (direct message) langsung ke Lionel Messi, bintang sepak bola dunia.
”Ini bisa membuka peluang usaha baru. Dengan smartphone, kita di desa bisa menjadi tukang sayur online. Atau, menawarkan pesona Candi Borobudur supaya menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi beragam pesona kuliner dan ragam atraksi wisata di seputar candi dalam skala lebih global, yang nantinya menjadi objek pasar produk kita,” urai Adnan.
Terakhir, kecerdasan menangkap peluang sambilan yang menguntungkan di masa pandemi lewat pentingnya dunia digital dibagi ceritanya oleh Nabilla Wardhana, penyanyi pendatang baru yang mengaku lebih dikenal lewat tampilannya di YouTube. ”Adanya YouTube membuat perjuangan kita lebih mudah dan lebih cepat ketimbang penyanyi zaman dulu,” kata Nabilla, yang kini juga berbisnis skin care secara online.
Dengan beriklan di jaringan medsos, lanjut Nabilla, dirinya lebih mudah dan lebih cepat memasarkan produk skin care yang ia produksi. Salah satunya di Instagram. ”Dengan model wajah saya sendiri, konsumen lebih mudah percaya dan DM untuk pesan langsung. Kalau saya bisa, teman-teman di Magelang pasti juga bisa dong,” pungkas Nabilla. (RLS)
Post a Comment