Milenial Sebagai “garda Depan” Penjaga Pancasila Di Media Sosial
WARTAJOGJA.ID – Meski karakter komunikasi, interaksi, dan ruang digital banyak dipengaruhi oleh para milenial, namun ruang digital jelas bukan cuma milik mereka. Kaum "kolonial" pun sejatinya menjalankan pola hidup, interaksi, medan pergaulan, dan risiko dalam interaksi sosial yang sama.
Candaan serius itu disampaikan kolumnis Iqbal Aji pada acara webinar literasi digital dengan topik ”Milenial Sebagai Garda Depan Penjaga Pancasila di Media Sosial”, yang dihelat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Kota Yogyakarta, Selasa (15/6/2021).
Dipandu oleh moderator Dannys Citra, acara virtual ini juga menghadirkan narasumber A. Zulchaidir Ashar dari Kaizen Room, pengajar UGM Mustagfiroh Rahayu, dosen UNS/IAPA Septyanto Galan Prakoso, dan Shafnaz Nachiar, selaku key opinion leader.
Pergaulan di ruang digital menurut Iqbal karakternya sama dengan pergaulan di dunia nyata. ”Ibaratnya bergaul dengan tetangga, perbedaannya hanya pada medium yang digunakan,” ujarnya.
Kata Iqbal, ada sekitar 170 juta pengguna internet di Indonesia. Jumlah itu lebih dari 50 persen populasi penduduk Indonesia yang 270 juta. Kenyataan ini menempatkan Indonesia masuk dalam 10 besar negara di dunia yang mengalokasikan waktunya untuk bermedia sosial.
Data tahun 2020, Indonesia masuk dalam urutan ketiga negara pengguna aktif facebook. Namun, belakangan kaum milenial sudah mulai beralih ke Instagram dan Youtube lantaran karakter visualnya. Pengguna facebook di Indonesia hanya di bawah Brasil dan India yang jumlahnya 320 juta.
”Yang perlu diingat, selain memiliki peluang, media sosial juga memiliki risiko. Jadi harus bisa memilih dan memilah jika masuk ke ruang internet,” tutur Iqbal.
Pembicara lain, Zulchaidir Ashar menyatakan, ada 80 juta milenial aktif memainkan gawai dengan rata-rata 18 jam tiap harinya. Selain digunakan untuk urusan hiburan, sebagian juga banyak memanfaatkan waktunya untuk urusan pekerjaaan.
”Menariknya, kaum milenial lebih tertarik dengan pekerjaan yang bermanfaat ketimbang sekadar mendapatkan bayaran,” jelas Zulchaidir.
Terkait penerapan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di ruang digital, Zulchaidir menyarankan agar kegiatan di ruang digital bisa dilakukan dengan baik oleh kaum milenial.
”PR-nya adalah, bagaimana memperlakukan orang dengan adil atau setara di ruang digital dan bagaimana kita meletakkan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan,” ujar Zulchaidir.
Para pengguna media digital, lanjut Zulchaidir, harus mampu berpikir kritis saat mendapatkan konten yang diterima. Satu hal yang harus diingat oleh pengguna media sosial ialah melakukan penyaringan sebelum meneruskannya. (*)
Post a Comment