Membuat Kempeng Digital, Jadilah Pengasuh Anak yang Cerdas
WARTAJOGJA.ID : Pada masa lalu, banyak keluarga menggunakan ”kempeng” tiruan dot susu untuk membuat anak tidak nangis dan rewel. Tapi saat ini, apalagi di masa pandemi di mana banyak ibu bekerja work from home, memaksa ibu untuk bisa mengerjakan tugas kantor sembari mengasuh anak.
Banyak ibu rupanya memilih solusi memberikan ”kempeng digital” alias ponsel pada anaknya yang belum berumur enam tahun. Namun, karena tidak dikontrol, tumbuh kembang anaknya terkadang dipengaruhi oleh beragam tontonan yang diakses si anak.
Kalau tidak diberi pengertian, anak ini bisa kontraproduktif di masa depan. ”Tapi kalau dikontrol dan diawasi, bisa bagus buat tumbuh kembang, wawasan dan ketrampilan elektrisitas anak,” papar Ali Formen Yudha, Ph.D, dosen Universitas Negeri Semarang.
Mengapa kontrol dan pengawasan penting?
Menurut Novi Kurnia, koordinator nasional Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), orangtua cenderung abai karena belum paham kalau anak sebelum usia 13 tahun lebih mudah terpapar dampak negatif. Misalnya, menonton konten yang belum pantas atau game online yang bikin anak kecanduan. Juga, waktu tidurnya jadi kurang yang tidak bagus bagi tumbuh kembangnya.
Tetapi demi ketenangan suasana rumah yang kondusif buat kerja ibu dan bapaknya, anak yang belum berumur 6 tahun terkondisi untuk ikut memakai handphone di rumah, karena ibu memilih handphone dipegang anak biar anak diam dan tidak mengganggu kerjaan ibunya.
”Di sinilah peran kontrol pemakaiannya menjadi penting dan sesering mungkin didampingi untuk mencegah dampak buruknya,” ujar Novi Kurnia, yang juga dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.
Ali dan Novi tampil memaparkan isu menarik dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Cakap Digital yang digelar Kementerian Kominfo RI bekerjasama dengan Debindo untuk wilayah Kota Semarang, 8 Juni lalu.
Tampil juga bersama mereka: Muh. Adnan seorang content creator, Muh. Mustafed dari LPPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta dan Mikhael Akbar seorang entertain yang bertindak sebagai key opinion leader . Webinar itu sendiri dipandu oleh moderator Zaky Ahmad dan diikuti lebih dari 200 peserta lintas profesi dan generasi dari Kota Semarang dan sekitarnya.
Sekali lagi, mengapa pemakaian gawai pada anak penting diawasi orangtua? Menurut M. Adnan, yang juga membahas digital safety, karena melalui gawai anak bisa menjadi sasaran penipuan - kalau belum diberi pengertian. Anak atau remaja belasan tahun mudah dirayu lewat WhatsApp, dijanjikan hadiah uang atau gift yang menarik tapi diminta tanggal lahir dan nama ibu kandungnya.
”Itu salah satu modus, biasanya untuk meretas transaksi perbankan. Kalau tidak hati-hati, hacker bisa menjadikan itu akses masuk ke mana mana. Di kalangan keluarga berpunya, banyak anak dan remaja sudah diberi fasilitas rekening bank, bahkan kartu kredit. Itu bahaya,” ujar Adnan.
Memang, menurut Muh. Mustafed dari UNU, realitas transformasi dunia digital saat ini memberi dua pilihan buat jutaan keluarga Indonesia. Ini kenyataan sejarah. Pilihannya hanya mau tenggelam ditelan zaman atau berenang mengikuti laju tranformasi digital.
”Saya kira berenang lebih bagus dan menarik buat dinikmati keluarga Indonesia. Makanya, tak heran kalau kini dari 272 juta warga Indonesia, penetrasi pemakaian interner sudah 70 persen lebih, mencapai 196 juta pemakai. Itu mengacu survei APJII tahun 2019 sampai 2020,” tutur Mustafed.
Yang membuatnya riskan, itu tadi, sebagian besar anak sudah kenal internet sebelum umur 5 tahun. Dikenalkan orangtua di rumah karena cara pemakaian yang mudah dan, jujur, mayoritas justru tanpa pendampingan yang signifikan. ”Untuk mendampingi anak secara istiqomah, saya ndak yakin orangtua bisa. Solusinya, atur jam pakai anak dan dipandu pilihan konten yang boleh dilihatnya. Itu solusi yang lebih realistis,” ujar Mustafed.
Melarang anak memakai gawai, diakui bukan solusi yang tepat. ”Sebaiknya, orangtua justru mesti ikut berkembang, menguasai tren situs dan konten up to date yang pantas ditonton anak. Pilihkan dan bimbing anak. Jangan sampai orangtua malah kudet, kurang update,” timpal Mikhael Akbar. (Rls)
Post a Comment